Kesalahan Terulang pada Tahun Pertama

Menyangkut produktivitas legislasi, DPR periode 2009-2014 mengulang kesalahan setahun pertama DPR periode 2004-2009. Pada tahun 2010, DPR dan pemerintah menuntaskan 16 rancangan undang-undang. Sementara pada 2005 hanya 14 RUU yang bisa diselesaikan.

Menurut peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Rizky Argama, dalam diskusi di Jakarta, Selasa (15/3), kinerja legislasi DPR sangat kontras dengan fungsi pengawasan yang terlihat masif. Tercatat DPR sudah membentuk 32 panitia kerja untuk melaksanakan fungsi pengawasan.

Dalam diskusi itu, PSHK meluncurkan buku ”Berharap pada 560” yang berisi catatan kinerja DPR 2009-2010. Tampil sebagai pembicara lain adalah anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Eva Kusuma Sundari.

DPR juga terlihat buruk dalam perencanaan legislasi, di mana ada target menyelesaikan 70 RUU untuk satu tahun. Padahal, faktanya 75 persen anggota DPR 2009-2014 adalah muka baru yang tidak memiliki pengalaman sama sekali dalam proses legislasi. Sebagian anggota baru tersebut adalah artis, pengusaha, akademisi, dan mantan kepala daerah.

Kinerja legislasi yang tidak memuaskan itu diperparah dengan kesibukan DPR mengurus studi banding ke luar negeri, usul alokasi dana aspirasi, dan pembangunan rumah aspirasi yang tidak terkait tugas pokok membuat legislasi.

Kualitas produk undang-undang yang dihasilkan juga dinilai PSHK memprihatinkan. Bagi produk undang-undang yang dinilai ”basah” karena menguntungkan partai politik, pihak fraksi langsung aktif dan terlibat mengarahkan anggota DPR dalam proses pembentukan undang-undang.

Sementara itu, menurut Eva Sundari, pada setahun pertama biasanya baru tahap penyiapan draf RUU. ”Kami tidak melanjutkan pekerjaan dari DPR masa kerja sebelumnya. Draf juga tidak disediakan sehingga harus dibuat dari nol,” kata Eva.

Kinerja legislasi tidak bisa semata-mata ditumpukan kepada DPR karena pemerintah pun andil dalam kegagalan memenuhi target legislasi itu. Misalnya saja, ada naskah RUU yang bertahun-tahun tertahan di pemerintah. Selain itu, Eva mengakui adanya sejumlah paket perundangan yang ”nyelonong” karena tiba-tiba diajukan oleh pemerintah kepada DPR untuk segera dibahas. (ONG/DIK)
Sumber: Kompas, 16 Maret 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan