Kepala BPN Surabaya Tertangkap Basah; Memeras Pemohon Dijebak Ketika Terima Rp 20 Juta

Kepala BPN (Badan Pertahanan Nasional) Surabaya HM. Khudlori tertangkap tangan saat melakukan pemerasan. Pria kelahiran Banyumas itu dibekuk aparat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat menerima uang pungli Rp 20 juta dari salah seorang warga yang sedang mengurus sertifikat. Yang diterima itu baru uang muka dari pemerasan yang berjumlah Rp 675 juta.

Penangkapan tersebut terjadi Senin (13/8) lalu di lobi Hotel Somerset Surabaya. Cara penangkapannya mirip dengan proses penangkapan yang dilakukan KPK terhadap anggota KPU Mulyana W. Kusumah. Bedanya, Mulyana saat itu menyuap auditor BPK Khairiansyah Salman.

Menurut juru bicara KPK Johan Budi SP, Khudlori ditangkap di lobi hotel saat transaksi. Sebelumnya, kami memperoleh pengaduan dari beberapa pemohon sertifikat di BPN Surabaya pada Kamis (9/8), ujar Johan kepada sejumlah wartawan di Hotel Elmi.

Johan mengatakan, whistleblower (saksi kunci, Red) yang dirahasiakan identitasnya tersebut, mengaku mengurus sertifikat tanahnya di Keputih Tambak Timur, Surabaya Timur, seluas 45 ribu meter persegi. Khudlori, kata Johan, meminta uang pelicin Rp 15 ribu tiap meter. Total uang yang harus diserahkan kepada Khudlori Rp 675 juta.

Untuk mendapatkan bukti kuat, KPK meminta pemohon menyetujui permintaan Khudlori. Lantas, KPK menerjunkan satu tim yang dipimpin langsung Direktur Pengaduan Masyarakat Andoyo Sudrajat untuk menangkap Khudlori. Kami berkoordinasi dengan Polda Jatim untuk menggerebek transaksi itu, jelas mantan wartawan Tempo tersebut.

Menurut Johan, warga korban dan Khudlori bersepakat melakukan transaksi Senin malam lalu. Saat itu pemohon mengatakan bakal membayar Rp 20 juta sebagai uang muka dan disetujui Khudlori.

Informasi yang dihimpun Jawa Pos, transaksi kemudian disepakati di sebuah wartel dekat pintu masuk Jalan Tol Darmo Satelit. Namun, Khudlori tiba-tiba membatalkan tempat pertemuan tersebut dan memilih Hotel Somerset.

Kabarnya, Khudlori merasa bahwa wartel bukan tempat yang pas untuk bertransaksi. Si pemohon, yang telah ditemani empat anggota KPK, pun segera menuju hotel tersebut.

Di lobi hotel yang terletak di Surabaya Barat itu, si pemohon bertemu Khudlori. Mereka berbasa-basi sebentar sebelum serah terima uang Rp 20 juta. Begitu uang berpindah tangan, petugas KPK muncul.

Khudlori hanya bisa ternganga dan wajahnya langsung berubah pucat. Empat orang dari KPK segera menangkap dan memborgolnya. Pejabat BPN itu sempat memberontak dan berkelit. Namun, beberapa saat kemudian dia terduduk lemas. Dia sadar bahwa dirinya sudah tertangkap basah.

Setelah melakukan pemeriksaan awal, empat anggota KPK tersebut menyerahkannya ke Satuan Tindak Pidana Korupsi Polda Jatim. Kami serahkan semua penanganan selanjutnya ke Polda Jatim. Ini karena kami tidak punya perwakilan KPK di Jawa Timur. Setidaknya Khudlori bisa dijerat dengan pasal 2 atau 3 UU No 20/2001 tentang Korupsi, kata Johan.

Meski demikian, pihaknya akan terus memantau perkembangan penanganan kasus tersebut.

Khudlori langsung ditetapkan sebagai tersangka saat diperiksa kemarin. Ini karena bukti-bukti permulaan sudah sangat kuat. Ada bukti uang Rp 20 juta, ada saksi korban, dan yang terpenting, dia tertangkap tangan saat melakukan transaksi, ujar Kasatpidkor Polda Jatim AKBP Setija Junianta.

Itulah sebabnya, kepada penyidik, Khudlori mengakui semua perbuatannya. Dia mengaku terus terang mengenai pungutan liar senilai Rp 675 juta tersebut. Dia tidak bisa mengelak ketika kami konfrontasi dengan saksi korban dan empat anggota KPK yang menangkapnya, papar Setija.

Hanya, Setija mengatakan, Khudlori mengaku tidak mengenai pungutan-pungutan lain di BPN. Mungkin karena masih hari pertama. Namun, kami pasti mengembangkan kasus ini. Siapa tahu ada stafnya yang menjadi kaki tangan, tandas mantan Kasatpidum Polda Jatim tersebut. (ano/eko/zul)

Sumber: Jawa Pos, 15 Agustus 2007
-----------
Pernah Janji Berangus Pungli

Pertengahan Oktober 2006, Kepala BPN Surabaya HM. Khudlori berdiskusi dengan awak redaksi Jawa Pos di Graha Pena Surabaya. Diskusi itu merupakan buntut sorotan miring masyarakat yang mengeluhkan pelayanan BPN Surabaya yang amburadul dan sarat KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme).

Keluhan masyarakat itu oleh Jawa Pos ditindaklanjuti dengan investigasi lapangan yang kemudian diturunkan secara bersambung dan dijadikan berita cover story di halaman Metropolis. Berkat tulisan panjang itu, tim wartawan JP akhirnya meraih Piala Prapanca 2007, penghargaan tertinggi bagi kalangan wartawan di Jawa Timur di bidang reportase dan fotografi.

Tulisan yang menohok telak institusi BPN tersebut juga membakar jenggot seluruh jajaran BPN Surabaya. Mereka kemudian berinisiatif mengklarifikasi tudingan negatif itu dengan mendatangi kantor Jawa Pos untuk berdiskusi. Di situlah Khudlori memaparkan panjang lebar bagaimana instansinya melakukan berbagai upaya reformasi terhadap pelayanan yang bertele-tele dan berbau KKN seperti dikeluhkan masyarakat. Bahkan, janji-janji manis dia lontarkan. Termasuk memberantas praktik pungli (pungutan liar) yang sudah mendarah daging di tubuh BPN.

Kenyataannya, janji itu tinggal janji. Layanan prima BPN masih jauh dari angan-angan. Harus diakui, memberangus pungli memang bukan perkara gampang. Karena itu, saya minta para pemohon berani melapor bila ada yang meminta uang pelicin. Percayalah, kami tidak segan-segan memberikan sanksi kepada oknum itu jika terbukti bersalah. Pelapor akan kami lindungi, ujar Khudlori.

Khudlori tidak menampik jika pungli masih menjadi budaya yang kuat di instansinya. Namun, waktu itu dia berdalih belum lama menjabat kepala BPN Surabaya. Sebelumnya, dia bertugas di BPN Jakarta Timur.

Jadi, saya butuh waktu untuk bisa memberangus budaya buruk itu. Tapi, percayalah kami berupaya menuju ke arah itu, katanya.

Dalam diskusi kala itu, Khudlori juga melontarkan berbagai program yang disiapkan BPN. Namun, program-program impian itu juga belum terlihat hasilnya. Salah satunya pembentukan Tim Penyelesaian Tunggakan (TPT). Tim ini, kata Khudlori, untuk mempercepat penyelesaian berkas pengajuan akta yang bertahun-tahun ngendon di BPN. Maklum, ribuan berkas pengajuan akta masih menunggu di kantor tersebut.

Dalam forum itu BPN juga berjanji membenahi masalah kehumasan instansinya. Sebab, dia mengakui pegawai BPN memang tidak jago untuk urusan ke-PR-an tersebut. Salah satu program konkret yang dicuatkan adalah semua nomor ponsel para pejabat BPN akan dipasang di depan kantor. Ini untuk memudahkan pemohon mengontak mereka jika ada permasalahan. Faktanya, janji itu tidak pernah terealisasi hingga sekarang.

Meski demikian, beberapa program bisa berjalan meski belum sepenuhnya efektif. Salah satunya pengoperasian kantor BPN lama di Jl Tunjungan. Kantor itu berfungsi membantu kinerja kantor induk di Lakarsantri. Sayangnya, kantor itu belum terlihat membantu kantor pusat. Sebab, semua pemohon memilih datang langsung ke kantor pusat.

Berdasarkan penelusuran Jawa Pos belum lama ini (setelah janji reformasi dibeberkan Khudlori, Red), praktik pungli masih banyak dikeluhkan warga. Pungutan tak resmi itu dilakukan untuk melancarkan pengurusan surat-surat tanah di BPN. Setiap tahap pengurusan akta yang dilakukan pemohon harus dilalui dengan uang pelicin.

Jika tidak memberi uang, prosesnya sangat lama. Bahkan, mungkin sampai saya mati tak akan jadi, kata salah seorang pemohon yang minta namanya dirahasiakan.

Ya, semua janji Khudlori ternyata tak terbukti di lapangan. Bahkan, dia kini menjadi tersangka kasus pungli yang akan diberangusnya.

Benarkah Khudlori menjilat ludah sendiri? Pembuktian di pengadilan yang akan memutuskan.

Yang jelas, hingga berita ini diturunkan pukul 00.00 tadi malam, belum ada pernyataan dari Khudlori atau BPN Surabaya. Para petinggi BPN seolah menutup diri dari media. Jubir BPN yang tak lain Kasub Bagian Tata Usaha BPN Surabaya HM. Ansjari yang dikonfirmasi via telepon pun tidak bersedia menjawab. (ris)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan