Kepala Biro Hukum DKI Dihukum 8 Tahun

KPK diminta mengusut pejabat lama yang terlibat.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin menjatuhkan vonis delapan tahun penjara bagi mantan Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Journal Effendy Siahaan.

Majelis yang dipimpin hakim Tjokorda Rai Suamba menyatakan Journal terbukti mengkorupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2006-2007. "Terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi," kata Tjokorda. Putusan hakim ini dua tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Selain dihukum penjara, Journal didenda Rp 200 juta atau menjalani kurungan tambahan selama bulan. "Terdakwa juga harus membayar uang pengganti Rp 4,6 miliar," ujar Tjokorda.

Bila dalam satu bulan setelah putusan tetap Journal tak bisa membayar uang pengganti kerugian negara, harta bendanya akan disita. Kalau kekayaan Journal tidak mencukupi untuk mengganti, dia harus menjalani tambahan hukuman penjara, "Selama dua tahun," kata Tjokorda.

Dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp 13,2 miliar ini, menurut majelis hakim, Journal bersalah karena memungut 10 persen dari nilai kontrak dari perusahaan rekanan Pemerintah DKI Jakarta. Journal menarik upeti yang sama untuk semua kegiatan pengadaan barang dan jasa di Biro Hukum.

Kesalahan lainnya, menurut hakim, Journal menunjuk langsung (tanpa tender) rekanan sejumlah proyek di Biro Hukum DKI Jakarta.

Perbuatan Journal, menurut hakim, melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1, Pasal 65 ayat 1, dan Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Journal menyatakan akan mengajukan banding atas putusan hakim. Alasannya, dia merasa ada banyak hal yang tidak ia lakukan tapi diputuskan hakim sebagai perbuatannya. "Seperti pencairan honor tenaga ahli dan perintah pemenangan satu perusahaan," kata Journal menanggapi putusan hakim.

Namun Journal mengakui ada kesalahan yang, menurut dia, juga biasa dilakukan pejabat lain, yaitu penggunaan dana taktis untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang tak ada anggarannya. "Itu diusulkan oleh Kepala Biro Hukum lama, dilanjutkan oleh Kepala Biro Hukum baru," ujar dia.

Di Biro Hukum DKI, menurut Journal, ada kebiasaan membentuk kas biro untuk tunjangan hari raya, untuk melaksanakan perintah dadakan, dan untuk instansi pemeriksa internal serta eksternal. "Kalau itu, memang pernah saya lakukan." Namun dia membantah ketika disebut sebagai penggagas kas biro tersebut. "Saya hanya melanjutkan apa yang biasa dilakukan di sana," kata dia.

Karena itu, Journal pun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut pejabat lama yang memanfaatkan kas biro tersebut. "Kepala biro hukum lama juga harus kena," kata kuasa hukum Journal, Leonard Simorangkir.CORNILA DESYANA
 
Sumber: Koran Tempo, 23 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan