Kemenkeu akan Benahi Pengadilan Pajak yang Selama Ini di Bawah MA

Upaya membersihkan mafia pajak terus dilakukan. Selain di internal Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan akan mencoba membenahi pengadilan pajak yang selama ini berada di bawah Mahkamah Agung (MA).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pihaknya terus mengevaluasi berbagai kelemahan di pengadilan pajak yang bisa dimanfaatkan orang-orang seperti Gayus Tambunan.

''Kami memang perlu duduk bertiga dengan KY (Komisi Yudisial) dan MA untuk bisa menutup kalau ada lubang-lubang atau kelemahan sistem pengadilan pajak,'' ujarnya setelah rapat pimpinan di kantor Ditjen Pajak kemarin (5/4).

Menurut dia, saat ini status pengadilan pajak memang perlu dievaluasi. Sebab, meski penganggarannya di bawah Kementerian Keuangan, hakimnya secara karir berada di bawah MA. Karena itu, dari sisi evaluasi dan kode etik, hakimnya berada di Komisi Yudisial. ''Yang jelas, yang sudah kami deteksi rawan saat ini adalah jumlah dan pengadministrasian perkara,'' jelasnya.

Sri Mulyani menyebutkan, di antara total 12 ribu perkara yang masuk ke pengadilan pajak setiap tahun, yang bisa diselesaikan sekitar 4.500 plus kasus-kasus baru. ''Karena itu, hakim dari sisi material dan formal selalu ada perbedaan. Kemudian, kualitas putusannya tidak konsisten. Itulah yang harus ditangani,'' terangnya.

Anggota Komite Pengawas Perpajakan (KPP) Hikmahanto Juwana menambahkan, proses di pengadilan pajak memang rawan. Sebab, begitu banyak kasus yang harus diselesaikan dalam jangka terbatas. ''Potensi-potensi yang memunculkan kelemahan itu rawan korupsi. Misalnya, suap,'' ujarnya.

Dia mengakui, jika ditelusuri, kasus sengketa pajak yang ditangani Ditjen Pajak banyak yang dimenangi negara. Artinya, keberatan yang diajukan wajib pajak (WP) ditolak Ditjen Pajak. Karena ditolak itu, wajib pajak lantas membawa sengketanya ke pengadilan pajak. Faktanya, dalam kasus Gayus, di antara 51 perkara banding yang ditangani, 40 perkara dimenangi wajib pajak.

Menurut Hikmahanto, mayoritas kekalahan Ditjen Pajak dalam upaya banding di pengadilan pajak memang patut dievaluasi. Yakni, apakah Gayus yang mewakili Ditjen Pajak sudah memperjuangkan argumentasinya di pengadilan atau justru melemahkan posisi Ditjen Pajak, sehingga wajib pajak dimenangkan hakim. ''Saya tidak menuduh ya. Itu kan diduga,'' ujarnya.

Namun, lanjut dia, harus dicermati betul apakah kekalahan Ditjen Pajak tersebut memang terjadi karena hakim di pengadilan sengaja ingin memenangkan wajib pajak. Atau, memang karena argumentasi serta data yang disampaikan pegawai Ditjen Pajak seperti Gayus tidak lengkap.

''Pertanyaannya, apakah (mayoritas kekalahan Ditjen Pajak) itu karena keteledoran akibat banyaknya kasus atau karena adanya kesengajaan, itu yang harus ditelusuri." (owi/c5/iro)
Sumber: Jawa Pos, 6 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan