Kemenag Bantah Dana Haji Bocor
Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait potensi korupsi dalam biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) terus menggelinding. Kementerian Agama (Kemenag) menganggap perhitungan inefisiensi pengelolaan dana haji yang mencapai Rp 843 miliar tidak akurat.
ICW disarankan untuk mengirimkan data-data temuan inefisiensi itu kepada forum panja BPIH DPR agar bisa diklarifikasi dan dibahas dengan detail.
''Sebenarnya saya tidak berkenan mengomentari data yang saya sendiri belum menerima detailnya. Sebab, bagaimanapun, ada banyak sudut pandang dan penjelasannya,'' kata Setdirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Abdul Ghafur Djawahir saat dihubungi kemarin (19/6). Ghafur dan tim Kemenag sedang berada Madinah, Arab Saudi, untuk menuntaskan persiapan haji hingga pekan depan.
Sebagaimana diwartakan, ICW menyebutkan, potensi kerugian pada pelaksanaan haji tahun ini mencapai USD 457,2 per jamaah haji atau setara Rp 4,3 juta. Jika dikalikan dengan jumlah jamaah Indonesia, nominal inefisiensi mencapai USD 88.738 juta atau setara Rp 843,019 miliar.
ICW mengungkapkan, biaya haji normal yang wajar ditanggung jamaah sebesar USD 3.585,9 atau setara Rp 34 juta dengan kurs yang ditetapkan pemerintah Rp 9.500 per USD.
Ghafur menjelaskan, berbagai komponen yang diajukan Kemenag kepada DPR dalam forum panja PBIH disusun dengan detail. Komponen biaya disesuaikan dengan kondisi harga pasar dan standar biaya ketika hari H pelaksanaan haji.
Artinya, beberapa pos pembiayaan ditetapkan sedikit lebih tinggi dari harga biasa. Itu merupakan langkah antisipasi karena ketika musim haji harga pasar justru cenderung naik berlipat ganda karena peak season.
''Contoh lain, biaya pesawat. Kan itu kita carter armadanya. Jadi, tidak sama dengan penerbangan reguler. Pesawat haji itu berangkat penuh, pulangnya kosong. Jadi, harganya beda,'' tegas Ghafur.
Alumnus Al Azhar University itu menuturkan, perhitungan berdasar momen penyelenggaraan haji yang termasuk kategori kontingensi tinggi. Dia tidak menyalahkan atau membenarkan data ICW. Menurut dia, data tersebut lebih tepat dibawa ke forum panja BPIH. Sebab, di sana ada unsur pemerintah dan parlemen yang merancang keputusan nominal riil biaya haji 2010.
''Pada dasarnya, pembahasan (antara DPR dan pemerintah, Red) alot karena sama-sama ingin memangkas inefisiensi. Jadi, di sana tempat yang tepat, di depan para wakil rakyat,'' katanya.
Menanggapi pernyataan Kemenag, Koordinator ICW Ade Irawan menyatakan bahwa pembahasan biaya haji dalam panja DPR juga belum mewakili rasa keadilan rakyat. Sebab, Kemenag dan DPR tidak berupaya memenuhi unsur keterbukaan publik dengan intens merilis komponen biaya haji serta penggunaan anggaran secara riil. Komitmen pemerintah dan perlemen untuk terbuka dalam pengelolaan uang milik jamaah haji yang nilainya mencapai triliunan rupiah itu belum 100 persen.
Ade merinci, inefisiensi tersebut sejatinya sesuai dengan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menemukan 24 pos pembiayaan haji yang rawan dikorupsi. Dia mengungkapkan, jika komponen biaya yang diajukan Kemenag dibanding harga pasar dan hasil akhir, ditemukanlah nominal inefisiensi yang mencapai Rp 843,019 miliar. (zul/c5/agm)
Sumber: Jawa Pos, 20 Juni 2010