Kekosongan Jabatan; Momentum Bentuk Penyidik Independen
Indonesia Corruption Watch mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi membuka pendaftaran ke publik untuk mengisi kekosongan posisi direktur penyidikan. Hal ini dinilai bisa menjadi momentum untuk menyiapkan penyidik independen di tubuh KPK.
”Dengan proses seleksi terbuka, siapa pun bisa menjadi direktur penyidikan, tak harus polisi aktif. Artinya, KPK tidak bergantung lagi pada nama-nama yang disodorkan oleh Polri,” kata Febri Diansyah, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW), di Jakarta, Kamis (10/6).
ICW mengusulkan hal tersebut karena Direktur Penyidikan KPK Suaedy Husein telah ditarik ke Mabes Polri untuk dipromosikan menjadi Kepala Polda Riau (Kompas, 10/6).
Menurut Febri, KPK harus berani mengubah konvensi selama ini tentang posisi direktur penyidikan yang selalu diisi calon yang disodorkan Polri. ”Apalagi tidak ada undang-undang yang mewajibkan KPK menggunakan polisi aktif untuk mengisi posisi direktur penyidikan ini,” ujarnya.
Guru Besar Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar mengatakan, seleksi terbuka untuk mengisi kekosongan direktur penyidikan bisa menjadi momentum yang tepat bagi KPK untuk menyiapkan penyidik independen.
”Setelah merekrut direktur penyidikan secara terbuka, berikutnya KPK bisa menyiapkan tim penyidik independen. Jadi, dibuka kesempatan bagi pelamar dari kalangan sipil untuk kemudian dididik menjadi penyidik,” ujarnya.
Menurut Bambang, peluang pembentukan penyidik dari luar Polri sangat kuat. Hal itu karena Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak mewajibkan penyidik ataupun penyelidik harus dari Polri. ”Undang-undang jelas memberikan peluang kepada KPK untuk membentuk tim penyelidik ataupun penyidik sendiri,” ungkapnya.
Secara terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, tak ada undang-undang yang mewajibkan bahwa direktur penyidikan harus berasal dari Polri. ”Namun, konvensinya begitu, yaitu KPK memilih nama-nama yang disodorkan oleh Polri. Biasanya Polri mengirimkan tiga atau empat nama, lalu kami pilih,” kata Johan. (AIK)
Sumber: Kompas, 11 Juni 2010