Kejati DKI Sidik Proyek Filing Kabinet
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta saat ini tengah menyidik kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan filing kabinet tahan api di lima pemerintah kota di Jakarta dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kejati menduga proyek itu dilakukan tidak prosedural dan merugikan keuangan negara sekitar Rp 4,64 miliar.
Hal tersebut dikemukakan Kepala Kejati DKI Jakarta Harry Hermansyah dalam jumpa pers di kantornya, Rabu (30/1).
Menurut Harry, intelijen Kejati DKI Jakarta menemukan enam kasus dugaan korupsi pengadaan filing kabinet yang tersebar di Kantor Walikotamadya Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kantor Biro Administrasi Wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2006.
Hasil penyelidikan intelijen kejati memperlihatkan adanya unsur melawan hukum dalam proses munculnya anggaran dan pelaksanaan lelang. Di antaranya, munculnya anggaran senilai Rp 2,5 miliar untuk masing-masing kodya dan pemprov Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi DKI tahun 2006 tidak didahului usulan dari masing-masing kodya. Nilai total anggaran yang disediakan untuk lima kodya dan satu pemprov mencapai Rp 15 miliar.
Selain masalah anggaran, pelaksanaan lelang juga diduga tidak sesuai dengan ketentuan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Itu terlihat dari spesifikasi filing kabinet tahan api yang sengaja diarahkan pada merek tertentu, yakni Lacera.
Dalam menentukan harga perkiraan sendiri (HPS), panitia lelang diduga tidak melakukan survei pasar dan pabrik. Panitia hanya mengacu pada patokan pokok satuan yang dikeluarkan Biro Perlengkapan Provinsi DKI.
Kejati DKI Jakarta juga mempertanyakan pemilihan perusahaan pemenang lelang yang tidak dilakukan secara cermat dan profesional, misalnya CV Mahabeni memenangi lelang di Kodya Jaktim dengan harga Rp 21,05 juta per unit dan PT Landalo Sejati di Kodya Jakpus dengan harga Rp 21,82 juta per unit.
Padahal, ada perusahaan lain yang sanggup memproduksi filing kabinet tahan api dengan spesifikasi dan kualitas sama, tetapi dengan harga lebih murah. Misalnya, PT Teleni dengan merek Okida dengan harga Rp 14 juta per unit atau merek Cassa dan Chubb dengan harga yang juga lebih murah.
Atas selisih harga itu, Kejati DKI menemukan adanya kerugian negara yang totalnya mencapai Rp 4,64 miliar. (ana)
Sumber: Kompas, 31 Januari 2008
------
Pengadaan Lemari Arsip Anti-api
Dugaan Korupsi Rp 4,5 Miliar Disidik
Memangnya mau diperiksa di mana?
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tengah menyidik enam kasus dugaan korupsi di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Salah satunya dugaan korupsi pengadaan filing cabinet atau lemari arsip anti-api untuk lima wilayah di Jakarta. Kerugian negara sebesar Rp 4,5 miliar atau total loss 30 persen dari anggaran, kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Harry Hermansyah di Jakarta kemarin.
Menurut Harry, pengadaan lemari tahan api ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2006 sebesar Rp 15 miliar. Pengadaan itu tidak prosedural, ujar Harry, nilainya tidak sesuai dengan harga sebenarnya.
Kejaksaan Tinggi, kata Harry, menduga pihak yang bertanggung jawab adalah Biro Administrasi Provinsi DKI Jakarta Bagian Pengadaan Barang. Namun, ia menolak mengumumkan nama-nama tersangka dalam kasus ini.
Juru bicara Kejaksaan Tinggi, Mustaming, menjelaskan, temuan indikasi korupsi itu muncul karena ada beberapa kejanggalan dalam dokumen pengadaan barang itu. Menurut dia, proses lelang sudah dilakukan dengan benar. Pemenangnya juga sah. Namun, Beberapa peserta lelang yang namanya tercantum dalam daftar mengaku tidak pernah mengikuti proses pelelangan itu, ujar Mustaming saat dihubungi terpisah kemarin.
Kejanggalan lainnya, pengadaan barang itu mengacu pada merek tertentu, yaitu Lareka. Seharusnya mengacu pada kualitas, bukan merek, katanya. Menurut Mustaming, harga lemari yang mengacu pada merek itu senilai Rp 22 juta per unit. Padahal, untuk kualitas yang sama, harga itu mampu ditekan hingga Rp 14-15 juta per unit. Ini menimbulkan kerugian, karena anggaran APBD jadi sangat besar, ujar Mustaming.
Lemari arsip anti-api itu diperuntukkan bagi kantor suku dinas, camat, dan lurah di tingkat kota madya. Jumlahnya 600 unit. Seratus unit di tiap kota madya dan 100 unit di biro administrasi, katanya.
Ketika dimintai tanggapan, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengaku belum mengetahui dugaan tindak pidana korupsi itu. Belum, saya belum tahu, ujarnya di Balai Kota kemarin. Fauzi malah balik bertanya, Memangnya mau diperiksa di mana?
Kepala Biro Administrasi Wilayah Agus Salim Utud yang berkantor di lantai 10 gedung Balai Kota tidak bisa dimintai konfirmasi. Salah satu anggota stafnya mengatakan Agus sedang rapat bersama camat dan lurah se-Jakarta.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Achmad Husin Alaydrus, meminta kejaksaan mengusut tuntas segala dugaan tindak pidana korupsi. PURBORINI | AMANDRA M MEGARANI | RUDY PRASETYO | ISTIQOMATUL
Sumber: Koran Tempo, 31 Januari 2008