Kejati DKI Segera Panggil Sri Mulyani
Setelah mantan Kepala Bappenas Kwik Kien Gie, Kejati DKI mempertimbangkan memeriksa Sri Mulyani. Tim penyidik memerlukan keterangan dia. Sebab, semasa menjadi pengganti Kwik pada 2005, dia pernah mengurusi hibah Bank Dunia senilai USD 203 ribu (Rp 1,8 miliar) untuk program jaring pengaman sosial (JPS).
Kepala Kejati DKI Darmono mengatakan, rencana pemanggilan Sri Mulyani bergantung pada hasil evaluasi tim penyidik dari pemeriksaan Kwik. Kalau memang diperlukan, tentunya langsung dipanggil. Dia (Sri Mulyani) diperiksa sebagai saksi, kata Darmono saat dihubungi koran ini tadi malam. Hasil evaluasi akan menentukan peran perempuan yang kini menjabat menteri keuangan (menkeu) itu.
Menurut Darmono, hingga kemarin tim penyidik belum melaporkan hasil evaluasi penyidikan. Kalau memang dipanggil, kami akan mengajukan permohonan izin pemeriksaan kepada presiden melalui jaksa agung, jelas jaksa senior yang pernah bertugas di Kalimantan Barat (Kalbar) itu.
Darmono mengatakan, jika menjalani pemanggilan, Sri Mulyani akan ditanyai alasan pengembalian (refund) hibah USD 203 ribu ke Bank Dunia menggunakan pos anggaran APBN 2005. Padahal, indikasi penyimpangan pelaksanaan program JPS dilaksanakan pada 2002.
Selain Sri Mulyani, lanjut Darmono, tim penyidik segera memanggil beberapa saksi tambahan. Di antaranya, beberapa para pejabat Bappenas yang menangani program JPS.
Ditanya rencana kejaksaan memanggil saksi dari Bank Dunia, Darmono menegaskan, kejaksaan tidak menjadwalkan. Sebab, pejabat Bank Dunia punya imunitas sehingga dapat menolak pemanggilan. Dan, kejaksaan memastikan tidak memanggil, sekalipun menjadi pihak yang dirugikan, tutur Darmono.
Mantan kepala Kejari Jakarta Barat ini belum bersedia menyebutkan tersangka dalam kasus korupsi program JPS. Kami memperkirakan diumumkan pertengahan Mei, ungkap Darmono. Dari pemantauannya, jumlah tersangka mungkin lebih dari dua orang dan berasal dari pimpinan proyek (pimpro) program JPS.
Sebelumnya, tim penyidik menemukan indikasi perbuatan melawan hukum. Dari total hibah USD 573 ribu, tim penyidik yang diketuai Bastian Harahap juga menemukan kerugian negara USD 203 ribu (Rp 1,8 miliar). Kerugian tersebut didasarkan penyalahgunaan enam pelayanan JPS yang diduga fiktif. Yakni, pelatihan JPS, biaya sewa konsultan, pekerjaan sewa rumah, percetakan, penyewaan kompleks dan sewa kendaraan. Selain fiktif, pelaksanaan proyek JPS diduga bertentangan dengan Keppres No 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa di Instansi Pemerintah.
Tim penyidik telah memanggil Kwik sebagai saksi. Dari keterangan Kwik, memang ada penyimpangan penggunaan hibah sehingga Bank Dunia meminta pengembalian seluruh hibah untuk program JPS. Kwik menduga penyimpangan dilakukan anak buahnya di Bappenas. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 30 April 2007