Kejati Belum Putuskan Usulan SP3
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat sampai saat ini belum mengeluarkan putusan menerima atau menolak usulan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyedikan (SP3) kasus Kredit Usaha Tani (KUT) Yayasan Pelita Dwi Warna (PDW). Usulan SP3 kasus yang melibatkan tersangka DMN dan DR itu, disampaikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bale Bandung.
”Kami memang sudah menerima SP3 dari Kejari Bale Bandung. Namun, belum diputuskan apakah usulan itu diterima atau tidak, sebab harus dikaji dulu,” kata Kasi Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejati Jawa Barat, Dade Ruskandar, S.H, Selasa (25/5). yang ditangani itu.
Seperti diberitakan (”PR”, Selasa, 25/5), Jumat (24/5) Kejari Bale Bandung mengirim usulan SP3 kasus KUT ke Kejati Jabar karena belum ditemukan bukti yang mendukung keterlibatan para tersangka. ”Diterima atau tidaknya usulan itu, tergantung Kejati Jabar. Jadi, posisi kejari menunggu jawaban,” kata Kasi Pidana Khusus Kejari Bale Bandung, Didik, S.H.
Pemalsuan tanda tangan
Kasus dugaan penyelewengan dana KUT itu melibatkan DMN, yang lolos menjadi calon terpilih (calih) DPRD Jabar dan DR, calih DPRD Kab. Bandung, serta tiga tersangka lainnya. Semula, dana yang diduga digelapkan mencapai Rp 4,8 miliar. Namun, dari penyelidikan ditemukan dana sebesar Rp 100 juta yang tidak disalurkan, melainkan disimpan di bank.
Penyelidikan kasus penyelewengan itu ditangani langsung pihak kejaksaan. Sumber dikejaksaan menyebutkan, sudah banyak saksi yang dimintai keterangan, baik itu dari kelompok tani yang menerima dana KUT, maupun dari pihak Bank Jabar Cabang Soreang maupun dari dinas koperasi.
Keterangan sejumlah saksi dihadapan penyidik, selain mengakui terjadi pemotongan dana KUT oleh pihak yayasan, juga terungkap adanya tanda tangan palsu dalam Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK).
Berkaitan dengan potongan Rp 100 juta, semula uang itu akan dijadikan sebagai modal usaha yayasan yang disimpan di Bank Jabar. Hal iitu, kata sumber di kejaksaan, merupakan tindakan penyimpangan dalam penyaluran KUT sebagaimana diatur dalam petunjuk bersama Dirjen Bina Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah dan Sekretaris Pengendali Bimas Departemen Pertanian tertanggal 9 Desember 1998 dengan Nomor 06/SKB/XII/1998, No 103/SKB/SEK/SPB/XII/1998 tentang Teknis Penyaluran KUT untuk Intensifikasi Padi, Palawija dan Holtikultura.
Sedangkan pemalsuan tanda-tangan dalam RDKK dikemukakan sejumlah saksi. Misalnya, saksi ED (53) yang menerima KUT dari yayasan sebesar Rp 54.715.212,00 untuk 13 orang petani mengakui tidak membuat RDKK dan tidak pernah menanda-tangani. Bahkan, saksi tidak tahu dalam RDKK dicantumkan 21 orang petani, luas lahan 21 hektar dengan nilai kredit Rp 304.605.000,00. Padahal, dalam ajuan kredit oleh saksi dan kelompoknya ke yayasan, dana itu untuk 13 orang. Sehingga, saksi tidak tahu dalam RDKK itu ada nama diluar 13 orang tersebut.
Pemalsuan tanda-tangan juga diakui saksi DD (43). Sedangkan saksi JK (40) mengakui kredit yang diterimanya dipotong Rp 1 juta dan tidak tahu untuk apa potongan tersebut.
Dalam kasus KUT itu, selain soal potongan dan dugaan pemalsuan tanda tangan, juga terungkap yayasan menerima tips dari para petani sebesar Rp 20.000,00 sampai dengan Rp 50.000,00/petani. (B-78)***
Sumber: Pikiran Rakyat, 26 Mei 2004