Kejari Tunggu Izin Gubernur; Untuk Periksa 12 Anggota Dewan yang Aktif
Pemeriksaan anggota DPRD Lumajang 1999-2004 yang masih aktif mengalami kendala. Kejaksaan Negeri Lumajang belum juga menerima izin dari gubernur. Akibatnya, pemeriksaan 12 anggota dewan aktif tersendat.
Kasi Intel Kejari Lumajang Joko Hadi Soemarsono SH mengatakan, pemeriksaan anggota dewan aktif harus bersandar pada aturan yang berlaku. Sesuai UU 32/2004, Kejaksaan harus mengantongi izin gubernur, sebelum diperiksa penyidik.
Namun, permintaan izin yang telah dikirimkan sejak awal bulan lalu, belum juga mendapatkan jawaban. Joko tak bisa memastikan kapan izin dari gubernur itu akan keluar. Yang jelas, pemeriksaan saksi sementara kita hentikan sambil menunggu izin dari gubernur ini, tukasnya.
Joko mengaku, pihaknya telah memeriksa sedikitnya 32 saksi dari anggota dewan 1999-2004. Di antara mereka, kata dia, Kejaksaan sempat memeriksa sejumlah anggota dewan aktif. Namun, Kejaksaan harus menyesuaikan diri pada UU 32/2004. Sebab itu anggota dewan aktif yang telanjur memberikan keterangan di hadapan Kejaksaan harus diperiksa ulang. Kami akan kembali memanggil mereka untuk dimintai keterangan, tandasnya.
Joko mengatakan, tak ragu dalam melakukan pemeriksaan ulang. Kejaksaan harus bersandar pada aturan yang berlaku. Sebab, pihaknya tak ingin menciptakan celah yang bisa dimanfaatkan di Pengadilan. Kalau sampai ada celah yang senang ya pengacaranya, kata mantan Kasi Intel Kejari Malang ini, setengah berseloroh.
Dicecar soal substansi perkara, Joko enggan berkomentar lebih jauh. Dia mempersilakan wartawan langsung bertanya ke Kajari H M. Suhardy yang kemarin ada tugas ke Surabaya.
Sementara itu, Achmad Djauhari, anggota DPRD 1999-2004 yang masih aktif membenarkan pemeriksaan anggota dewan aktif harus se-izin gubernur. Seperti saat Polres meminta keterangan dari Komisi C, juga lewat izin gubernur, tukasnya.
Dia mengharapkan, Kejaksaan memproses perkara ini sesuai prosedur. Jika sesuai prosedur, sebagai warga negara yang baik, pihaknya bakal menghormati panggilan aparat. Seperti diketahui, Kejaksaan menyelidiki indikasi penyalahgunaan dana APBD yang dilakukan legislatif pada 2002-2003 senilai Rp 4.522.390.000. Penyimpangan itu meliputi Biaya Pemeliharaan Kesehatan sebesar Rp 864.000.000. Biaya Perjalanan Dinas Rp 2.888.890.000 dan Bantuan Kesehatan Rp 769.500.000. Terkuaknya kasus ini merupakan hasil kerja keras Intel Kejari Lumajang. Ini diperkuat hasil audit tim BPK Cabang Jogjakarta 2002 dan 2003, hasil audit tim BPKP Cabang Surabaya 2002 dan 2003. Namun, penyimpangan mata anggaran itu harus dikaji ulang Kejaksaan. Sebab, PP 110 yang digunakan sebagai sandaran Kejaksaan ternyata telah di judicial review Mahkamah Konstitusi (MK). (ken)
Sumber: Radar Jember, 3 Maret 2005