Kejari Perak Selidiki Korupsi Pengadaan Mangrove

Pekerjaan seksi pidana khusus (pidsus) Kejaksaan Negeri Tanjung Perak bertambah lagi. Belum kelar penyidikan dua perkara korupsi yang melibatkan Pelindo III dan Jamsotek (yang sudah memakan waktu tiga bulan lebih), mereka mengekspos dugaan korupsi pengadaan bibit mangrove di Muara Teluk Kali Lamong.

Pengadaan bibit oleh salah satu perusahaan yang "dimenangkan" Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Surabaya itu diduga menyalahi prosedur. Alih-alih dilakukan pelelangan yang diikuti peserta dari enam perusahaan, panitia pengadaan ternyata langsung menunjuk rekanan yang diduga syarat KKN. Nilai proyek penanaman di lahan seluas 9 hektare berjumlah 280 ribu bibit pada 2004 itu mencapai Rp 700 juta.

''Penyelidikan ini resmi kami tingkatkan menjadi penyidikan. Sebab, kami telah menemukan unsur penyimpangan melawan hukum,'' ucap Kepala Kejari Perak A. Dita Prawitaningsih kemarin (6/11).

Wanita asal Jakarta itu menjelaskan, pihaknya menduga ada unsur rekayasa dalam pelelangan yang dilakukan pada 24 Agustus 2004. Pernyataan itu juga dibenarkan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Perak Edi Handoyo. Dia mengatakan, CV SJ yang ditunjuk panitia pengadaan sepakat melakukan kongkalikong. Buktinya, lima peserta lelang yang ikut memasukkan dokumen penawaran justru mendapat kompensasi puluhan juta rupiah setelah perusahaannya tak terpilih. Lima perusahaan itu adalah CI, PU, Nu, AM, dan PI.

''Dari 24 saksi yang kami mintai keterangan, beberapa di antaranya mengatakan ada dugaan berkas dokumennya dipalsukan. Selain pelelangan yang tak sesuai prosedur, pemalsuan itu termasuk indikasi adanya gratifikasi,'' ungkap Edi.

Mantan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Gresik itu yakin, penanaman bibit mangrove juga tidak didampingi tenaga ahli. Sebab, jenis bibit yang ditanam tidak sesuai spesifikasi. Karena itu, tingkat bertahannya di areal pantai tak lebih dari 10 persen. ''Kalau melihat data dokumen kontrak, bibit seharusnya ditanam di areal seluas 9 hektare. Berdasar penelusuran di lapangan, luas areal yang ditanami tak lebih dari 1 hektare. Malah, banyak bibit yang mati atau rusak karena tak sesuai spesifikasi saat diterjang air di muara teluk,'' rinci Edi. (sep/fat)

 

Sumber: Jawa Pos, 7 November 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan