Kejari Dinilai Diskriminatif [05/08/04]

Status tahanan kota yang ditetapkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Ciamis terhadap tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi DPRD, masing-masing wakil ketua dewan DH, wakil sekretaris anggaran NR, dan mantan wakil ketua dewan yang sekarang Wakil Bupati Ciamis DS, mendapat reaksi keras, khususnya dari kalangan mahasiswa.

Penetapan status tahanan kota yang dikenakan satu hari sebelum dilimpahkan ke pengadilan itu selain menimbulkan pertanyaan juga dinilai tidak adil, diskriminatif, dan terkesan mengada-ada. Pelaku tindak pidana yang ditangani oleh kejaksaan biasanya dikenakan tahanan rutan, tetapi hal itu tidak terjadi kepada para tersangka Kalong-gate. Sehingga, menurut kami penetapan status tahanan kota itu hanyalah langkah kejaksaan untuk menjaga image di mata masyarakat, ungkap Ketua BEM Universitas Galuh (Unigal) Ciamis Dadi dan Ketua HMI Ciamis Abdul Aziz Hamdani.

Menurut mereka status tahanan kota yang dikenakan kepada tiga tersangka satu hari sebelum berkas dilimpahkan ke pengadilan dinilai tidak ada gunanya dan hanyalah akal-akalan untuk mencari popularitas kejaksaan. Tahanan kota itu kan harus ada yang mengawasi dan itu hanya akan merepotkan. Kalau kejaksaan benar-benar mau menegakkan hukum seharusnya dari dulu mereka itu dimasukkan ke rutan seperti penanganan kasus korupsi di Dinas Kesehatan dan Pendidikan tempo hari. Jadi, jangan berlaku diskriminatif, ujar keduanya.

Karena ketidakpuasan itu, mahasiswa yang tergabung dalam BEM Unigal dan HMI Ciamis bersama-sama dengan mahasiswa dari perguruan tinggi lainnya akan mengadakan demonstrasi. Kita akan datangi kejaksaan untuk meminta penjelasan. Kita juga akan mendatangi pengadilan untuk memberi dukungan dan meminta kepada ketua pengadilan dan jajarannya untuk memeriksa berkas perkara itu secara teliti. Selain itu, mendesak untuk meningkatkan status tahanan menjadi tahanan rutan karena alasan untuk melakukan tindakan itu sudah sangat kuat, ujar keduanya.

Dilimpahkan
Sementara itu, berkas kasus dugaan korupsi di lingkungan DPRD Kab. Ciamis, Rabu (4/8) dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ciamis ke pengadilan negeri (PN) setempat. Berkas yang dilimpahkan yaitu untuk tiga tersangka, sedangkan satu berkas tersangka atas nama Sekretaris DPRD Ciamis DJ, pelimpahannya direncanakan Kamis (5/8) ini.

Berkas itu dilimpahkan secara resmi oleh JPU Kejaksaan Ciamis Tagamal, Elan Suherlan, Adi Nuryadin, ke PN Ciamis dengan diterima oleh Panitera Muda Pidana Endang Sumarno. Pelimpahan berkas itu tepat pukul 11.30 WIB. Turut membantu membawa berkas Koharudin dari kejaksaan.

Tiga berkas dilimpahkan masing-masing untuk tersangka wakil ketua dewan DH, mantan wakil ketua dewan yang kini wakil bupati DS, dan wakil sekretaris anggaran NH. Masing-masing berkas setebal 566 halaman. Ikut dilimpahkan berupa barang bukti dokumen dan kendaraan sedan Toyota milik salah seorang tersangka.

Ketua PN Ciamis Syafarudin Hasibuan kepada pers, Rabu (4/8), mengemukakan, pihaknya akan memeriksa berkas kasus dugaan itu dalam waktu tiga hari. Setelah itu, akan dibentuk majelis hakim yang akan menangani persidangan. Nanti majelis hakim akan menjadwal waktu persidangan, jelasnya.

Pihaknya belum bisa memastikan siapa hakim yang akan terlibat karena harus memeriksa berkasnya sendiri. Belum bisa menentukan, kan baru masuk berkasnya, tambahnya.

Hanya, pengadilan akan memprioritaskan kasus itu untuk secepatnya disidangkan. Dengan pertimbangan, karena merupakan kasus korupsi. Untuk kasus korupsi haru diprioritaskan. Terlepas siapa pun orangnya, kebetulan saja sekarang dalam kasus di DPRD Ciamis, tambahnya.

Sementara itu, dari data yang diperoleh PR, soal dugaan kasus korupsi di DPRD ini yaitu dalam masalah tahun anggaran 2001 dan 2002. Antara lain, kerugian negara yang diduga terpakai untuk pembayaran tak benar atas tunjangan kepada anggota dan pimpinan DPRD Ciamis sebesar Rp 3,5 miliar. Lalu pengeluaran tidak benar di Sekretariat SPRS sebesar Rp 1,2 miliar. Lalu biaya penunjang kegiatan yang tidak sesuai aturan Rp 429 juta dan lainnya.

Salah satu contoh dari hasil audit, ditemukan kelebihan pembayaran untuk salah seorang pimpinan dewan yang tidak sesuai aturan pada 2002 mencapai Rp 574 juta. Sementara itu, di tahun 2001, untuk orang yang sama juga kelebihan anggaran yang tidak sesuai aturan Rp 203 juta. Masalahnya begini, kalau untuk orang lain yang bersangkutan tidak mengeluarkan anggaran penuh. Misalkan, untuk pencairan pengobatan, bagi anggota dewan lain hanya 10% dari total biaya. Tetapi, untuk dia bisa 100%, dan juga banyak anggaran lain kepadanya yang tidak sesuai ketentuan, kata sumber di kejaksaan.

Pasrah
Sementara itu, tersangka wakil ketua dewan DH maupun wakil bupati DS mengaku pasrah dan menyerahkan masalah yang dihadapi itu kepada Yang Mahakuasa. Bahkan, DH melihat kasus itu merupakan risiko jabatan. Kini, para tersangka sendiri berstatus tahanan kota sejak 2 Agustus lalu. Kajari Ciamis Agus Sutoto menjelaskan, yang dimaksud dengan tahanan kota ini, yaitu mereka dilarang ke luar dari Kabupaten Ciamis. Jika ada urusan mau ke luar dari Ciamis, mesti meminta izin terlebih dahulu ke kejaksaan.

Menurut dosen Universitas Galuh Dr. Suherli, dengan masuknya berkas Wakil Bupati Ciamis ke pengadilan, berarti tidak akan lama lagi kasus itu disidangkan. Ia melihat perlu atau tidaknya yang bersangkutan dinonaktifkan mesti dilihat dari aturan hukum kepegawaian yang ada. Kalau sejauh ini menurut aturan kepegawaian dan hukum yang ada memungkinkan untuk tetap menjalankan tugasnya, tidak ada masalah. Semua pihak juga harus menjaga serta menghargai aturan hukum. Oleh karena itu, perlu atau tidaknya nonaktif harus merujuk aturan hukum. Termasuk pertimbangan agar persidangan lebih objektif, tegasnya. (A-97/(B-88)

Sumber: Pikiran Rakyat Online, 5 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan