Kejar Koruptor Kini Lebih Sulit

Pengejaran Luar Negeri Harus Dikoordinasi oleh Menhuk dan HAM

Upaya mencari maupun mengeksekusi aset koruptor yang lari ke luar negeri sudah lebih sulit karena kini tidak bisa dilakukan secara langsung, baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, maupun Kepolisian Negara RI.

Upaya permohonan bantuan kepada negara lain tersebut akan dikoordinasi oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhuk dan HAM).

Hal tersebut di atas merupakan salah satu pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana yang Selasa (24/1) malam sudah disahkan oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR di Jakarta.

Hadir dalam rapat panja tersebut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Zulkarnain Yunus, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, dan Kepala Badan Pembaharuan Hukum Nasional Abdulgani Abdullah.

Dari sembilan fraksi, sebanyak delapan fraksi telah menyampaikan pandangannya.

Pandangan kedelapan fraksi tersebut adalah menyetujui RUU Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana ini diteruskan dalam Sidang Paripurna DPR.

Satu fraksi, yaitu Fraksi Partai Bintang Reformasi (FPBR), tidak hadir dalam rapat panja tersebut.

Bantuan timbal balik
Di dalam Pasal 3 RUU disebutkan, yang dimaksud dengan bantuan timbal balik dalam masalah pidana merupakan permintaan bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan negara diminta.

Bantuan tersebut berupa mengidentifikasi dan mencari orang, mendapatkan pernyataan atau bentuk lainnya, menunjukkan dokumen atau bentuk lainnya, mengupayakan kehadiran orang untuk memberikan keterangan atau membantu penyidikan, menyampaikan surat, melaksanakan permintaan penggeledahan dan penyitaan, perampasan hasil tindak pidana, memperoleh kembali sanksi denda berupa uang sehubungan dengan tindak pidana, melarang transaksi kekayaan, membekukan aset yang dapat dilepaskan atau disita, atau yang mungkin diperlukan untuk memenuhi sanksi denda yang dikenakan, mencari kekayaan yang dapat dilepaskan, dan bantuan lain yang sesuai dengan UU ini.

Di dalam Pasal 9 diatur pengajuan permintaan bantuan. Di dalam Pasal 9 Ayat (1) dicantumkan, permintaan bantuan oleh Pemerintah Indonesia dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dua saluran yang dapat digunakan, yakni kepada negara asing secara langsung atau dapat memilih melalui saluran diplomatik.

Di dalam Pasal 9 Ayat (3) diatur,

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan