Kejaksaan Usut Kembali Kasus Pengemplang Pajak Rp 7,1 Miliar
Kejaksaan Negeri Tangerang hingga kini masih mengusut keberadaan Husen, terdakwa pengemplang pajak senilai Rp 7,1 miliar. Diduga surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan di Hunan, Cina, palsu.
Jaksa yang menangani perkara tersebut, A. Hutagaol, kepada Tempo mengatakan, pihaknya masih mengusut soal masih hidupnya Husen. Kami tidak punya wewenang menjelaskan. Itu tugas pimpinan. Nanti saya kena marah. Saya hanya boleh bicara fakta persidangan, ujarnya kemarin.
Namun, Hutagaol mengakui bahwa dia terkecoh dengan surat palsu kematian Husen. Kami masih selidiki, katanya sembari menolak mengomentari keberadaan Husen. Nanti kabur dia.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang Budiman Budiharjo, menurut pengakuan beberapa stafnya, saat ini sedang berada di Hong Kong. Budiman pernah berjanji akan mengungkap kasus ini secepatnya. Tetapi janji itu belum direalisasikan. Kasus pengemplang pajak ini mencuat saat Kejaksaan Tangerang dipimpin Suratno.
Husen bersama Harijanto Halim (menantunya) ditangkap petugas Polres Tangerang yang bekerja sama dengan aparat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kota Tangerang pada 8 April 2004. Peristiwa penangkapan kedua orang itu berawal dari kecurigaan salah seorang petugas Seksi Pajak Pertambahan Nilai. Sebab, ketika mereka memeriksa surat pajak tertanggung (SPT) dari PT Aneka Multi Perkasa (AMP) yang baru berdiri satu tahun telah mengalami kenaikan omzet luar biasa, dari Rp 5,2 miliar pada 2002 menjadi Rp 71,6 miliar pada 2003. Akibat perbuatan terdakwa negara dirugikan Rp 7,1 miliar.
Sumber Tempo di Kejaksaan Agung membenarkan kabar tentang masih hidupnya Husen alias Lauw Anyi. Dokumen kematian yang dilaporkan keluarga terdakwa ke Pengadilan Negeri Tangerang pada tahun lalu ternyata palsu. Dokumen itu palsu dan Husen sampai saat ini masih sehat. Hanya, keberadaannya tidak diketahui, ujarnya kemarin.
Dia mengungkapkan, kerabat Husen juga membenarkan soal masih hidupnya pengemplang pajak tersebut. Pada saat Husen dinyatakan meninggal pada 12 Juli 2004, terdakwa terlihat masih hidup dan menjemput cucunya di Citra Garden, Jakarta Barat.
Pada persidangan tahun lalu, keluarga Husen mengirim bukti palsu kepada tim jaksa bahwa terdakwa telah meninggal di Kota Liuyang, Hunan, Cina, karena sakit jantung. Tempo yang membaca salinan surat kematian tersebut ditandatangani Yang Xian Guo dari Dinas Kesehatan Liuyang. Surat kematian itu kemudian dikirim ke Indonesia dan dilampiri surat kematian dari Kantor Catatan Sipil DKI Jakarta.
Selain surat, dinas kesehatan tempat Husen meninggal juga menyertakan empat lembar foto berisi terdakwa di dalam peti mati dan foto semasa hidup dalam bingkai. Tempo yang melihat sendiri foto mayat Husen terlihat mengernyitkan dahi, seperti silau terkena lampu kamera. Selain itu, polesan bedak muka dan di leher tidak merata.
Sementara itu, Polres Metro Tangerang pada Selasa dan Rabu (23/3) melakukan pemeriksaan terhadap Harjanto Halim dan istrinya, Angeliq, terkait dengan dugaan pemalsuan surat kematian Husen.
Kepala Satserse Polres Tangerang AKP Asep Adi Saputra menyatakan, pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap dua anak dan menantu Husen itu. Kalau benar surat itu dipalsukan, ada indikasi bahwa Husen masih hidup, ujarnya kemarin. ayu cipta
Sumber: Koran Tempo, 24 Maret 2005