Kejaksaan Tolak Penangguhan Penahanan
Tim penyidik Kejaksaan Negeri Cikarang, Bekasi, menolak seluruh permohonan penangguhan penahanan tiga orang pejabat aktif Pemerintah Kabupaten Bekasi yang terlibat kasus korupsi. Sebab, dikhawatirkan tersangka menghilangkan barang bukti.
Kepala Seksi Pidana Khusus Abeto Harahap mengatakan, meski penangguhan penahanan itu diminta dengan jaminan keluarga dan pengacaranya, kejaksaan tidak mau ambil risiko. Sebab, tidak ada jaminan para tersangka itu bisa kooperatif, ujarnya.
Kepala Subbagian Bantuan Hukum Pemerintah Kabupaten Bekasi Faisal Panani menyatakan permintaan penangguhan penahanan datang dari keluarga para tersangka. Mereka meminta status para tersangka dijadikan tahanan kota. Agar dapat bekerja sesuai dengan tugas mereka.
Ketiga tersangka itu kini ditahan Lembaga Pemasyarakatan Bulak Kapal, Bekasi. Mereka adalah juru bicara Pemerintah Kabupaten Bekasi, Djumbadi. Dia terlibat kasus korupsi dana penggusuran Satuan Polisi Pamong Praja senilai Rp 5 miliar.
Tersangka lainnya Kepala Bidang Dana dan Perimbangan Yassanromli, yang tersangkut korupsi pengadaan satu unit mobil derek senilai Rp 600 juta. Selain itu, pejabat Rumah Sakit Daerah Kabupaten Bekasi, Sihabudin, yang terlibat kasus korupsi penjualan aset lahan dan bangunan rumah potong hewan senilai Rp 6,5 miliar pada 2002.
Sebelumnya, kuasa hukum para tersangka memberikan jaminan bahwa kliennya tidak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Saya berani menjamin klien saya patuh hukum, kata Djafar Ely, pengacara Djumbadi.
Alimat Tarigan, penyidik pegawai negeri sipil, mengatakan upaya meminta penangguhan penahanan adalah hak para tersangka. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, penahanan tersangka kasus korupsi ada empat jenis: tahanan kota, tahanan rumah, penangguhan penahanan, dan rumah tahanan. Tapi semua itu bergantung pada kejaksaan, ujarnya. HAMLUDDIN
Sumber: Koran Tempo, 28 Agustus 2007