Kejaksaan Tinggi Dinilai Tidak Maksimal Kumpukan Bukti

Sejak kasus dugaan korupsi di SDN RSBI 012 Rawamangun dinyatakan masuk ke tahap penyidikan pada Juni 2010, hingga kini kasus belum dilimpahkan ke pengadilan. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Selain proses yang berlarut-larut, ICW dan orangtua siswa yang tergabung dalam Aliansi Orangtua Murid Peduli Pendidikan Indonesia (APPI) mengeluhkan minimnya bukti yang disita oleh tim penyidik Kejati. Orangtua siswa SDN RSBI 012 Rawamangun, Heru, mengatakan, berdasarkan informasi dari BPKP, data kerugian negara menurut perhitungan BPKP "hanya" sekitar Rp 300 juta. Jumlah itu, menurut Heru, terlalu sedikit bila dibandingkan dengan dugaan korupsi yang dilaporkan senilai Rp 1,5 miliar. "Tim penyidik kejaksaan tinggi tidak maksimal menyita bukti," kata Heru dalam audiensi dengan Wakil Kejati DKI Jakarta Sriyono, di gedung Kejati, Kuningan, Jakarta, Jumat (13/5/2011).

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri, mengatakan, minimnya bukti ini mengakibatkan jumlah kerugiaKen negara yang dihitung BPKP tidak signifikan. Hal ini akan mempengaruhi penuntutan terhadap tersangka. Febri menyayangkan penyidik yang tidak mendapatkan bukti dokumen laporan pertanggung jawaban komite sekolah. "padahal dokumen ini sangat dibutuhkan untukmengungkap duplikasi anggaran oleh komite sekolah. Nilai kerugian negaranya sangat besar," ujar Febri.

Kepala Seksi penyidik Kejati DKI, Mochamad Riza menolak dianggap tidak maksimal dalam penyitaan. Riza mengatakan, timnya sudah memeriksa ruangan komite sekolah. "Tapi berkas-berkas komite tidak ada di tempat. Tidak ada berkas-berkas laporan keuangan," tukasnya.

Selain itu, kata Riza, tim penyidik memang tidak memfokuskan penyitaan dokumen dari komite sekolah. Dia menyebut, kasus di komite sekolah SDN RSBI 012 Rawamangun telah ditangani Polda Metrojaya, karena ada laporan masyarakat masuk ke sana terkait penggelapan dana komite sekolah senilai Rp 750 juta. "Sehingga kami hanya fokus di dana BOS, BOP dan block grant," cetusnya.

Sebuah laporan memang tidak bisa ditangani oleh lebih dari satu aparat penegak hukum. Namun, terkait laporan masyarakat ke Polda, Heru menilai itu bukan alasan bagi Kejati untuk mengabaikan laporan dari orangtua siswa yang tergabung dalam APPI. Sebab, laporan yang masuk ke Polda adalah dugaan penyelewengan dana komite selama periode 2008-2009. "Sementara, laporan kami adalah penyelewengan dana sekolah selama periode 2006-2010," kata Heru.

Febri menambahkan, laporan yang masuk ke Polda adalah laporan dugaan penyelewengan dana komite. Sementara, APPI melaporkan dugaan penyelewengan dana BOS, BOP dan blockgrant melalui modus duplikasi anggaran. Kegiatan yang dibiayai oleh dana dari pemerintah, diambil alih oleh dana masyarakat yang dikumpulkan melalui komite sekolah, sehingga terjadi penggunaan mata anggaran ganda. "Nah, laporan keuangan dari komite sekolah itu diperlukan untuk membuktikan itu," terang Febri.

Wakil Kejati DKI Jakarta Sriyono menuturkan, pihaknya akan segera meneruskan proses penyidikan ke penuntutan. "Sekarang masih menunggu laporan kerugian negara dari BPKP, setelah itu ekspose internal. Kalau sudah benar-benar lengkap, segera dilimpahkan ke pengadilan," pungkasnya. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan