Kejaksaan Terus Kejar Korupsi Pemilu

Suap dalam permainan perolehan suara pada pileg dinilai sebagai modus korupsi baru.

MESKIPUN sudah memasuki tahapan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), namun dugaan korupsi pada pemilu legislatif (pileg) akan terus dikejar kejaksaan. Sebagai delik pidana korupsi, kejaksaan memiliki banyak waktu untuk mengungkap kasus suap yang terjadi seputar penggelembungan perolehan suara yang diduga melibatkan calon anggota legislatif, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan penyelenggara pemilihan umum (pemilu) lainnya.

"Saya sudah minta ke Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia untuk menindaklanjuti kalau ada temuan-temuan seperti itu. Itukan kedaluwarsanya lama. Jadi kalau nanti terbongkarnya di belakang hari, ya sudah nanti (diungkapnya)," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendi di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (20/5).

Kemudian, untuk memastikan adanya tindakan suap berupa penggelembungan suara yang dilakukan caleg dan penyelenggara pemilu, kejaksaan juga akan memantau putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyidangkan perkara sengketa pemilu. Marwan meyakini, dari putusan MK nanti kemungkinan ada indikasi perbuatan suap.

"Misalnya, oleh MK hasil perhitungan suara dibatalkan. Itu artinya ada indikasi korupsi dalam penggelembungan suaranya. Itu akan kami cek, apakah ada keterlibatan penyelenggaraan pemilunya. Akan kami usut," kata Marwan.

Tapi masalahnya, kata dia, suap itu dilakukan secara tertutup. Yang terjadi adalah hubungan individual. Itu yang sulit sekali dibuktikan.

Meski begitu, masih ada celah untuk pembuktiannya. Kalau para pelaku menggunakan sarana-sarana transaksi keuangan. Misalnya, transfer uang suap lewat transaksi melalui sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) atau lewat ATM. "Itu akan ketahuan. Kalau tidak (menggunakan sarana seperti itu), apa boleh buat. Lewat. Kecuali, orang yang ngasih, ngomong, ko sudah ngasih tapi batal lagi. Ada bukti-bukti seperti itu baru bisa diusut," kata Marwan.

Marwan mengatakan, suap dalam permainan perolehan suara pada pileg merupakan bentuk korupsi baru. Kasus kecurangan tersebut selama ini tak terjangkau, karena tak termasuk delik pemilu. Namun bisa dikenakan delik korupsi.[by : Abdul Razak]

Sumber: Jurnal nasional, 22 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan