Kejaksaan Tersandung dengan Pasal Korupsi

Tiba-tiba ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Padang riuh dengan suara gelak tawa pertanda kegembiraan. Dua orang pengacara, Azimar Nursuud dan Suherman, saling mengucapkan selamat dan berpelukan.

Beberapa pengunjung sidang yang hadir pun berteriak spontan penuh kegembiraan setelah hakim tunggal Hasnawati mengabulkan permohonan dilepaskannya tiga tersangka titipan kejaksaan yang meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Muaro Padang itu. Ketiga tersangka illegal logging itu Tedy Antoni (Direktur CV Andalas Terang Nusantara), Zulkarnain (Ketua Koperasi Unit Desa Mina Awera), dan Parlian Simalinggai (Ketua Koperasi Unit Desa Simatorai Monga). Ketiga tersangka tersebut ditangkap oleh tim Kejati Sumbar dalam suatu operasi pada 21 Mei silam. Barang bukti yang ditangkap langsung disita, sedangkan ketiga tersangka baru ditahan pada 26 Mei setelah diadakan pemeriksaan.

Sidang di PN Padang, Rabu (8/6) yang mempraperadilankan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar) itu juga memutuskan dilepaskannya barang bukti berupa 1.310 batang kayu kruing bulat, sejumlah tug boat, dump trucks, dan mobil jip.

Dalam amar putusannya, PN Padang menyatakan berdasarkan UU No 41/1999 tentang Kehutanan, kejaksaan tidak berwenang menangani kasus illegal logging. Kewenangan penanganan kasus tersebut ada pada kepolisian dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari unsur polisi kehutanan.

Tidak seperti pemandangan di pengadilan yang dipenuhi suasana sukacita pihak penggugat, di kantor Kejati Sumbar Jl Raden Saleh tampak suasana lain. Beberapa petugas kejaksaan yang sudah mengetahui informasi tersebut hanya mengumbar senyum kecut dan mengurut dada.

Sudah susah-susah kerja, ini hasilnya (tersangka pencuri kayu dilepaskan bersama barang bukti), kata seorang dari mereka.

Sementara itu, puluhan massa yang menamakan dirinya Aliansi Masyarakat Mentawai Anti Korupsi (AMMAK) mendatangi kejati guna memberi dukungan agar kejaksaan terus mengusut tuntas kasus penebangan liar di Mentawai. Mereka ditemui oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Achjadi Sartono dan Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Faisal Abbas berada di tempat dan menemui massa yang sudah membaur dengan para wartawan.

Achjadi menyatakan, kejati menghormati keputusan PN dan melepaskan tersangka dan barang sitaan. Namun, dia menegaskan kejaksaan akan tetap melakukan perlawanan.

Hal yang sama juga dinyatakan Kepala Kejati Sumbar Antasari Azhar. Kita akan melakukan perlawanan melalui kasasi, tegasnya.

Antasari menegaskan, penggunaan pasal korupsi bukan tanpa dasar sama sekali. Dari sudut penegakan hukum, tindakan illegal logging merupakan kasus besar dan sudah merugikan negara. Kita akan menjerat cukong-cukong dengan pasal korupsi, katanya.

Yang membuat Antasari heran, PN Padang sebelumnya dalam surat nomor 249 tertanggal 28 Mei telah memberi persetujuan pada Kejati Sumbar untuk menyita barang bukti tersebut. Selain itu, menurut Antasari, pengenaan pasal korupsi kepada ketiga tersangka tersebut juga bersandarkan pada pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya. Pada 2000, PN Padang pernah menyidangkan kasus illegal logging dengan menggunakan pasal korupsi dengan terdakwa An Rasyid. Sidang yang ketika itu dipimpin hakim Nuraina Agus akhirnya membebaskan terdakwa dari tuduhan korupsi yang diajukan jaksa Yuspar. Hakim menyatakan, tidak terdapat bukti yang menguatkan dakwaan jaksa.

Secara terpisah, Humas PN Padang Busra menyatakan, waktu itu pemberian izin penyitaan barang bukti dari PN diberikan begitu saja tanpa pengusutan lebih lanjut.

Namun, setelah dipelajari lebih lanjut ya tidak ada bersinggungan sama sekali Undang-Undang No 41/1999 tentang Kehutanan. Sebab, dalam Pasal 77 ayat (1) UU tersebut disebutkan yang berwenang mengusutnya yaitu polisi kehutanan dan polisi, katanya.

Pengacara tersangka, Suherman, juga berpendapat penggunaan pasal korupsi dalam kasus illegal logging tidak tepat karena berdasarkan UU 41/1999, yang berwenang menyidik kasus tersebut yakni PPNS (polisi hutan) dan polisi, bukan kejaksaan.(Joni Syahputra/Hendra Makmur/S-2)

Sumber: Media Indonesia, 10 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan