Kejaksaan Riau Tangani 42 Kasus Korupsi [28/07/04]

Kejaksaan Tinggi Riau sejak 2002 sampai 2004 ini menangani 42 kasus dugaan korupsi dengan kasus terbaru soal penerimaan dana purnabakti DPRD Kabupaten Kampar, serta proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Rokan Hulu dan Pelalawan.

Dari 42 kasus itu, 15 kasus di antaranya sudah masuk tingkat penuntutan, kata D. Siallagan, Kepala Penegak Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau. Namun, ia tidak bisa menjawab total dana dalam 42 kasus itu.

Yang pasti, dia mengatakan, Kejaksaan Tinggi Riau menindaklanjuti semua laporan dugaan korupsi yang masuk. Ia mencontohkan kasus dugaan korupsi DPRD Kabupaten Kampar lewat dana purnabakti alias uang pensiun. Saat ini, menurut dia, tim penyidik Kejaksaan Tinggi Riau sedang melakukan pengumpulan bukti dengan minta keterangan dari berbagai pihak.

Sejak tim melakukan penyidikan 1 Juli lalu, kata Siallagan, aparat sudah minta keterangan Sekretaris Dewan Zubaidah, Sekretaris Daerah Kabupaten Kampar Zulher, Wakil Ketua DPRD Kampar, dan enam orang dari 45 anggota DPRD kabupaten itu.

Dari hasil pemeriksaan, 43 dari 45 anggota DPRD itu menerima dana purnabakti yang bersumber dari dana APBD. Namun, hingga sekarang kejaksaan belum menetapkan sanksi atau tersangka.

Ditanya adanya beberapa anggota DPRD Kampar yang mengembalikan dana purnabakti, Siallagan mengatakan, Meski sudah memulangkan, bukan berarti anggota DPRD Kampar itu bebas dari jeratan hukum apabila mereka memang terbukti bersalah.

Di Kendari, Jaringan Advokasi Jati Sulawesi Tenggara mendesak kejaksaan tinggi setempat segera memeriksa Bupati Kabupaten Muna Ridwan BAE dalam kasus dugaan korupsi dana pengganti dalam lelang kayu jati curian 2002 dan 2003 yang menyebabkan kerugian negara Rp 2 miliar. Kejaksaan harus segera memeriksa Bupati Ridwan karena dia sebenarnya yang paling terlibat dalam kasus dugaan korupsi itu, kata koordinator Jaringan Advokasi Jati Muhammad Khadafi saat bertemu dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Antasari Azhar, Selasa (27/7).

Antasari mengakui, pihaknya sudah mencium adanya indikasi korupsi itu, tetapi belum bisa mengusutnya karena barang bukti yang diperoleh masih minim. Begitu kami memperoleh bukti kuat, semua pejabat yang terlibat akan kami usut, termasuk bupati sekalipun, katanya. evalisa siregar/dedy kurniawan

Sumber: Koran Tempo, 28 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan