Kejaksaan Periksa Gayus dan Haposan

Kejaksaan Agung tidak membuang waktu untuk menelusuri dugaan kebocoran rencana tuntutan, seperti diungkapkan Gayus HP Tambunan pada Senin (18/10). Dua hari berselang, Kejaksaan Agung langsung memeriksa sejumlah jaksa. Gayus dan mantan kuasa hukumnya, Haposan Hutagalung, rencananya juga dipanggil pada Kamis ini.

”Hari ini (Rabu) pemeriksaan internal sudah dimulai. Tim sedang meminta keterangan beberapa jaksa,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Babul Khoir Harahap, Rabu. Ia menambahkan, selain melakukan pemeriksaan internal, Kejaksaan Agung juga akan meminta keterangan Gayus dan Haposan.

Kuasa hukum Gayus, Pia Akbar Nasution, saat dihubungi menyatakan sudah menerima surat panggilan dari Kejaksaan Agung itu. Gayus akan dimintai keterangan sebagai saksi pada Kamis sekitar pukul 09.00.

Seperti diberitakan sebelumnya, saat menghadapi kasus dugaan penggelapan pajak pada awal tahun 2010, Gayus mengaku menerima dua fotokopi surat rencana tuntutan yang berbeda melalui kuasa hukumnya saat itu, Haposan Hutagalung. Surat tertanggal 25 Februari 2010 itu ditandatangani Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Pohan Lasphy.

Dalam surat rencana tuntutan yang pertama disebutkan, Gayus dituntut satu tahun pidana penjara. Gayus lantas memberikan sejumlah uang kepada Haposan agar tuntutan hukumannya lebih ringan. Baru setelah itu ia menerima fotokopi surat rencana tuntutan yang kedua, yang di dalamnya disebutkan Gayus dituntut pidana penjara satu tahun dengan masa percobaan satu tahun. Hal itu terjadi pada masa pembacaan tuntutan ditunda hingga tiga kali.

Secara terpisah, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, pengakuan terdakwa Gayus itu merupakan persoalan yang sangat serius. Apalagi Gayus harus mengeluarkan sejumlah uang agar tuntutan hukumannya diperingan. Pengakuan itu seperti mengonfirmasi adanya praktik mafia hukum yang selama ini ditengarai jamak dilakukan.

”Pengakuan Gayus itu wajib diusut. Tidak hanya oleh kejaksaan, tetapi juga oleh kepolisian. Ini harus menjadi momentum bagi kejaksaan dan kepolisian untuk membongkar mafia di kalangan penegak hukum,” kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah.

Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho mengungkapkan, menunda-nunda penuntutan lantas membuat rencana tuntutan ganda diduga menjadi salah satu modus yang dimanfaatkan mafia peradilan untuk melakukan transaksi kasus. Semakin banyak uang yang disetor terdakwa, semakin ringan tuntutan yang dikenakan.

”(Jual-beli rencana tuntutan) ini tidak mungkin kalau tidak ada kolaborasi antara advokat dan jaksa. Ditengarai hal ini umum terjadi karena minimnya sanksi yang diberikan kepada oknum jaksa yang terbukti melakukan jual-beli kasus,” kata Emerson.
Sumber: Kompas, 21 Oktober 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan