Kejaksaan Pegang Kunci

Syafii Ma'arif: Pembatalan untuk Lemahkan KPK

Kejaksaan dinilai memegang kunci yang menentukan berlanjut atau tidaknya kasus yang membelit unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Deponeering atau pengesampingan perkara menjadi pilihan yang semestinya disiapkan kejaksaan selain mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pendapat itu disampaikan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra dan kuasa hukum Bibit- Chandra, Taufik Basari, secara terpisah di Jakarta, Minggu (25/4). ”Kejaksaan sejak semula yang paling bertanggung jawab diteruskan atau tidaknya perkara Bibit-Chandra,” kata Saldi.

Menurut Saldi, alasan sosiologis yang dikemukakan kejaksaan untuk menghentikan perkara (surat keputusan penghentian penuntutan/SKPP) Bibit-Chandra dari semula bermasalah. ”Karena itu, harus dicari argumentasi lain mengapa mereka membebaskan. Sebab, argumentasi sosiologis sudah ditolak oleh hakim,” kata Saldi.

Senada dengan itu, Taufik mengatakan, jika sejak awal kejaksaan mengadopsi temuan dari Tim Delapan bahwa tidak ada bukti dalam perkara Bibit-Chandra karena ada mata rantai yang putus dan adanya rekayasa, sebagaimana terungkap di Mahkamah Konstitusi, maka alasan SKPP-nya menjadi lebih kuat. ”Alasan sosiologis dan pertimbangan yuridis yang disampaikan kejaksaan waktu itu memang tidak kuat, mudah digugat,” ujarnya.

Jika kejaksaan gagal memberikan pendapat yang lebih kuat dalam memori banding, menurut Saldi, dikhawatirkan keputusan PN Jaksel akan dikukuhkan oleh pengadilan tinggi (PT). ”Jika itu terjadi, penghentian perkara ini menjadi lebih sulit. Karena itu, kejaksaan harusnya menyiapkan juga opsi deponeering sebelum ada putusan PT,” ungkapnya.

Menurut Saldi, yang dikhawatirkan dari diteruskannya perkara ini ke pengadilan lebih karena bisa memenjara KPK dalam waktu lama. ”Meski Bibit dan Chandra tidak akan diberhentikan sampai ada keputusan tetap, dua orang ini akan pecah konsentrasi. Sekarang saja KPK sudah ciut nyalinya untuk membongkar korupsi-korupsi besar,” katanya.

Sementara Taufik Basari mengatakan, setelah mengkaji putusan hakim tunggal PN Jaksel, Nugroho Setiadji, yang memenangkan praperadilan Anggodo, ada beberapa celah yang bisa disampaikan kejaksaan dalam memori bandingnya. Pertama, posisi legal standing Anggodo dinilai lemah. ”Anggodo bukan pihak ketiga yang berkepentingan. Jika ada pihak ketiga yang berkepentingan, ia adalah Anggoro Widjojo (kakak Anggodo) dan Antasari Azhar selaku pelapor,” kata Taufik.

KPK berharap
Sementara itu di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu, penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, berharap pengadilan tinggi yang akan memutuskan upaya hukum banding Kejaksaan Agung memenangkan kembali SKPP terhadap Bibit dan Chandra.

Abdullah menuturkan, apabila upaya hukum banding di pengadilan tinggi kembali mementahkan SKPP itu, KPK akan melakukan upaya hukum terakhir, yaitu peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung.

Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah A Syafii Ma’arif, ditemui Jumat (23/4) malam, mengatakan, pembatalan SKPP itu sebagai upaya pelemahan kembali terhadap KPK. Upaya tersebut dicurigai dilakukan para pengusaha dan kalangan elite yang terlibat kasus suap ataupun korupsi. (NTA/WAD/AIK)
Sumber: Kompas, 26 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan