Kejaksaan Menghambat Percepatan Pemberantasan Korupsi

Press release bersama ICW, Mappi FH UI, Masyarakat Anti Korupsi Cirebon, dan LBH Padang.

KEJAKSAAN MENGHAMBAT PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Upaya pemberantasan korupsi oleh pihak kejaksaan selama pemerintahan SBY kenyataannnya hanya terfokus pada upaya penyidikan dan penuntutan serta membuka kembali kasus korupsi yang dihentikan penyidikannnya-meskipun hasilnya seringkali jauh dari harapan. Namun semua langkah tersebut ternyata tidak diikuti dengan dengan percepatan eksekusi putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht).

Pada tanggal 2 Agustus 2005, Mahkamah Agung telah menolak kasasi yang diajukan 33 mantan pimpinan dan anggota DPRD Sumatra Barat periode 1999-2004 dalam perkara korupsi APBD Sumbar 2002 sebesar Rp 5,9 miliar. Putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim agung pimpinan Parman Suparman memperkuat vonis Pengadilan Tinggi Sumatera Barat yang diputus pada bulan Agustus 2004. Ditingkat kasasi ke-33 orang terpidana tersebut telah dijatuhi hukuman 4 hingga 5 tahun penjara. Terhitung sejak putusan kasasi MA dengan demikian hampir setahun eksekusi putusan kasasi ini belum juga dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Padang.

Hal serupa juga terjadi dalam kasus korupsi dana APBD Kota Cirebon TA 2001 sebesar Rp 1,3 milyar. Pada 6 Oktober 2005, Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi telah menyatakan bersalah dan menjatuhkan pidana penjara 2 tahun penjara kepada 3 mantan pimpinan dan 7 anggota DPRD Kota Cirebon. Putusan mejelis kasasi MA yang dipimpin oleh Parman Suparman dengan demikian membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Cirebon pada tanggal 27 Desember 2004 yang menjatuhkan vonis bebas terhadap sepuluh terdakwa tersebut. Namun hingga lebih dari enam bulan para terpidana belum juga dieksekusi.

Alasan penundaan eksekusi yang dikemukakan oleh kejaksaan sangat tidak masuk akal dan terkesan dicari-cari yaitu karena alasan kemanusian, menyangkut kondisi atau stabilitas di daerah, atau karena terdakwa saat ini telah mengajukan upaya peninjauan kembali. Padahal dalam KUHAP secara tegas menyatakan bahwa upaya peninjauan kembali tidak menunda pelaksanaan eksekusi.

Jika ditinjau lebih jauh, alasan penundaan eksekusi apapun bentuknya merupakan bagian dari penolakan terhadap perintah Undang Undang dan akan menimbulkan ekses yang negatif, yakni:

1. Bertentangan dengan TAP MPR dan UU Kejaksaan
Setidaknya ada dua Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) yang pada intinya menyebutkan bahwa upaya pemberantasan dan penindakan hukum dalam kasus korupsi harus dilakukan secara tegas dan sungguh-sungguh. Pertama, TAP MPR No.IX/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme khususnya dalam pasal 4 secara tegas menyebutkan:

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan