Kejaksaan Malang Gagal Periksa Saksi Korupsi [28/07/04]

Kejaksaan Negeri Malang gagal melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi kunci dalam kasus dugaan korupsi Rp 2,1 miliar di DPRD Kota Malang. Upaya tersebut gagal karena tiga saksi beralasan sibuk membahas rancangan peraturan daerah di DPRD Kota Malang. Menurut Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Malang Sufari, tidak hadirnya saksi dari DPRD Kota Malang disampaikan seorang staf Dewan. Mereka tidak hadir karena sibuk, kata Sufari, Selasa (27/7).

Sufari menjelaskan, kejaksaan telah menjadwalkan memeriksa tiga saksi kasus dugaan korupsi senilai Rp 2,1 miliar di DPRD Kota Malang. Siapa saja saksi tersebut, Sufari menolak menyebutkan. Namun, sebuah sumber Tempo News Room menyebutkan, tiga saksi tersebut adalah Sri Rahayu (Ketua DPRD Kota Malang), Bambang Satrija (anggota DPRD Kota Malang), dan Bambang Prija Utama (Wakil Wali Kota Malang).

Munculnya nama Sri Rahayu juga dikatakan Kepala Kejaksaan Negeri Malang Soeroso, Senin (26/7) lalu. Sri Rahayu akan diperiksa karena jabatannya sebagai bekas Ketua Panitia Anggaran, sedangkan Bambang Satrija dan Bambang Priyo Utomo diperiksa karena kapasitasnya sebagai bekas anggota Panitia Anggaran.

Meskipun tiga saksi tidak datang, Sufari menerima alasan mereka. Dia berjanji, para saksi akan dipanggil lagi Jumat mendatang. Jika mereka tetap tidak hadir, kata Sufari, Kami akan panggil secara paksa. Menurut dia, pemeriksaan tiga saksi itu diperlukan untuk menemukan bukti ada dan tidaknya korupsi di DPRD Malang. Hasil pemeriksaan ini akan dijadikan dasar untuk memutuskan langkah selanjutnya. Status mereka bisa ditingkatkan, tapi bisa juga diberi SP3 (Surat Penghentian Pemeriksaan Perkara).

Menanggapi gagalnya pemeriksaan saksi kunci itu, Ketua DPRD Kota Malang Sri Rahayu enggan berkomentar. Ia mengaku dirinya tidak menerima surat panggilan dari jaksa. Dia juga menjelaskan, saat ini semua anggota Dewan sedang sibuk membahas 11 rancangan peraturan daerah. Raperda ini kan untuk kepentingan rakyat banyak, ya harus didahulukan, kata Sri Rahayu kemarin.

Gagalnya pemeriksaan saksi membuat kecewa Ketua Malang Corruption Watch (MCW) Lutfi J. Kurniawan. Menurut dia, anggota DPRD Kota Malang tidak mempunyai itikad menyelesaikan dugaan korupsi di tubuh mereka. DPRD sengaja menggantung masalah ini, kata Lutfi. Dia juga kecewa kejaksaan sengaja menyembunyikan nama para saksi. Karena itu, MCW dan Pusat Pengkajian Otonomi Daerah Universitas Brawijaya akan melaporkan Kejaksaan Negeri Malang ke Komisi Ombudsman Nasional jika tidak serius menyelidiki dugaan korupsi tersebut.

Desakan pengungkapan kasus korupsi juga dilakukan Forum Kabupaten (Forkab) Nganjuk. Selain mengirim surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Forkab minta Kepala Polri memerintahkan Polres Nganjuk segera memeriksa anggota DPRD setempat. Djoko Sabdono, aktivis Forkab, mengatakan, pengiriman surat ke KPK karena ada indikasi polisi lamban memeriksa anggota DPRD Nganjuk.

Polres Nganjuk dua pekan lalu telah menetapkan Ketua DPRD Nganjuk Marmun sebagai tersangka kasus dugaan korupsi senilai Rp 5,2 miliar. Tetapi, Marmun sampai sekarang belum bisa diperiksa karena harus menunggu izin dari Gubernur Jawa Timur.

Berbeda dengan Marmun, nasib Ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo Utsman Ihsan tragis. Setelah dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi pada awal Mei lalu, Utsman langsung ditahan. Bahkan dalam sidang putusan sela di Pengadilan Negeri Sidoarjo kemarin, ketua majelis hakim Ahmad Yamanie menolak eksepsi Utsman. Atas putusan itu, Nicholas Reidi, kuasa hukum Utsman Ihsan, mengaku kecewa. Menurut dia, dalam kasus korupsi di DPRD Sidoarjo, Utsman hanya dijadikan korban. Semua anggota Dewan ikut menikmati uang tersebut, kata Nicholas.

Seperti pernah diberitakan, Utsman diadili karena dituduh menyalahgunakan wewenang untuk menghabiskan dana Rp 21 miliar. Uang tersebut antara lain berupa dana pelatihan keterampilan anggota Dewan senilai Rp 900 juta. Namun, dana tersebut ternyata dibagi-bagikan kepada semua anggota dan Ketua DPRD Sidoarjo. Itu kesalahan kolektif, kata Nicholas. Tetapi, jaksa penuntut umum E. Soeprihanto membantah bahwa dia tidak akan memeriksa anggota Dewan yang lain. Kami sedang menyeleksi 72 saksi, kata Soeprihanto. bibin/dwijo/kukuh/sunudyantoro

Sumber: Koran Tempo, 28 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan