Kejaksaan Harus Dapat Jelaskan soal Perkara
Kejaksaan Agung harus bertanggung jawab kepada publik mengenai perkara yang mereka tangani. Penegak hukum itu harus dapat menjelaskan alasan suatu perkara dihentikan penanganannya atau malah terkatung-katung tak jelas penyelesaiannya.
Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyampaikan hal itu, Senin (22/2) di Jakarta, menanggapi perkara yang tak jelas penanganannya di Kejagung. ”Jangan sampai ada kesan, kasus yang dekat dengan kekuasaan menjadi tidak jelas ujungnya,” katanya.
Sejumlah perkara korupsi yang disidik Kejagung tak jelas penanganannya. Padahal, dalam perkara itu sudah ada tersangka, barang bukti, dan dugaan kerugian negara.
Yang sempat menarik perhatian masyarakat, antara lain, dugaan korupsi penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Bengkulu pada 2006 sebesar Rp 27,607 miliar. Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin pernah diperiksa sebagai tersangka perkara itu di Kejagung, Desember 2008. Namun, sampai saat ini perkara tersebut belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Agusrin tercatat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Bengkulu.
Jaksa Agung Hendarman Supandji, yang ditanya wartawan soal perkara itu, menyatakan, ada dua hal dalam perkara itu, yakni pemalsuan dan kerugian uang negara, yang perlu diperjelas. Ada putusan hakim tentang perkara itu, dengan terdakwa lain, yang menyatakan Agusrin tak terlibat dengan pemalsuan. Hal tersebut masih harus dicek lebih lanjut.
”Dalam waktu dekat ada kesimpulannya,” ujarnya. (idr)
Sumber: Kompas, 24 Februari 2010