Kejaksaan Diminta Tolak Kemauan Joko Tjandra
"Betulkah dia sedang menyelesaikan bisnis di luar negeri?"
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kejaksaan Agung menolak permintaan penangguhan eksekusi yang diajukan terpidana Joko Soegiarto Tjandra, pemilik PT Era Giat Prima.
"Ini akan jadi preseden buruk kalau Kejaksaan Agung mengabulkannya," kata aktivis ICW, Emerson Yuntho, di sela seleksi pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan di gedung Dewan Perwakilan Daerah kemarin. "Pelaku-pelaku korupsi lain akan ikut-ikutan minta dispensasi."
Hal senada disampaikan anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Gayus Lumbuun. "Kalau ada penangguhan, lalu di mana ada kepastian hukum?" kata dia di gedung DPR kemarin, "Jika disetujui, itu sangat bertentangan dengan undang-undang."
Sebelumnya, pada 11 Juni lalu Joko divonis bersalah dan diganjar hukuman dua tahun penjara. Vonis itu jatuh setelah Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan jaksa dalam perkara pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali senilai Rp 546,46 miliar. Untuk mengeksekusi vonis itu, kejaksaan sudah memberi Joko waktu agar datang ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sampai Senin kemarin. Tapi ia mangkir.
Melalui O.C. Kaligis, kuasa hukumnya, Joko meminta penundaan eksekusi selama satu bulan. "Dia ada keperluan bisnis di luar negeri yang harus diselesaikan," kata Kaligis di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kemarin. Sebelumnya, Joko dikabarkan berada di Port Moresby, Papua Nugini, sejak 10 Juni 2009.
Kaligis mengatakan, kliennya juga akan mengajukan peninjauan kembali atas putusan MA yang menghukum Joko. "Ini menyangkut kebebasan seseorang," kata Kaligis. "Peninjauan kembali merupakan hak terdakwa, bukan jaksa."
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Setia Untung Arimuladi akan mempelajari permintaan Joko. "Kami tidak serta-merta percaya dengan permintaan itu," kata dia di kantornya kemarin, "Betul tidak dia sedang menyelesaikan bisnis?"
Adapun Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Marwan Effendy menyatakan lembaganya belum menyepakati permohonan Joko. Kejaksaan akan mempertimbangkannya sebelum memutuskan perlu-tidaknya Joko masuk daftar pencarian orang atau buron.
"Inilah yang sedang kami pertimbangkan, tapi belum disepakati, belum diterima permohonannya," kata Marwan di gedung DPR kemarin. "Itu kan baru permintaan sepihak."
Terkait dengan kasus ini, kemarin PT Bank Permata tetap menolak eksekusi agar uang sebesar Rp 546,46 miliar diserahkan kepada negara, seperti diperintahkan MA. Sebab, menurut kuasa hukum Bank Permata, Luhut Pangaribuan, duit itu merupakan milik kliennya. "Oleh karena itu, kami meminta perlindungan hukum atas properti tersebut kepada Kejaksaan Agung," kata Luhut di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kemarin. EKO ARI | ANTON SEPTIAN | DWI WIYANA
Sumber: Koran Tempo, 23 Juni 2009