Kejaksaan Bentuk Tim Gugatan Perdata Soeharto

Kejaksaan tinggal menunggu surat kuasa khusus dari Menteri Keuangan.

Kejaksaan Agung telah menyiapkan tim jaksa pengacara negara untuk menangani gugatan perdata kasus dugaan korupsi tujuh yayasan milik Soeharto. Pembentukan tim ini dilakukan setelah Pengadilan Tinggi Jakarta mengesahkan keputusan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk menghentikan kasus pidana Soeharto. Anggotanya gabungan jaksa perdata dan pidana khusus, kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Alex Sato Bya. Tim itu diketuai Direktur Perdata pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.

Menurut Alex, gugatan perdata terhadap penguasa Orde Baru itu sebenarnya sudah siap. Kendati demikian, Alex mengatakan, hingga saat ini, gugatan perdata tersebut belum dapat diajukan. Sebab, kata dia, kejaksaan masih menunggu surat kuasa khusus dari Menteri Keuangan. Karena kasus ini terkait dengan aset negara, surat kuasa khusus harus dari Menteri Keuangan, ujarnya.

Kamis lalu, Direktur Perdata pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Yoseph Suardi Sabda mengatakan ketentuan soal surat kuasa khusus telah diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Menurut Yoseph, surat kuasa khusus itu diperlukan pada kasus pidana korupsi yang disangkakan tidak cukup bukti, tersangka meninggal dunia, ada ketetapan pengadilan, dan ada barang hasil korupsi yang belum disita. Itu semua terpenuhi dalam perkara Soeharto, kata Yoseph di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis lalu. Yoseph juga membenarkan berkas gugatan perdata kasus dugaan korupsi tujuh yayasan milik Soeharto telah siap.

Alex mengaku pihaknya tidak bisa meminta secara langsung kepada Menteri Keuangan soal surat kuasa khusus. Sebab, kata dia, tim yang menangani kasus perdata ini hanya bisa melapor kepada Jaksa Agung bahwa gugatan telah siap diajukan. Jadi nanti pemimpin (Jaksa Agung) yang akan meminta surat kuasa khusus itu, ujarnya. Namun, Alex mengingatkan penanganan gugatan perdata tidak mengenal batas waktu.

Menurut Alex, gugatan perdata kasus dugaan korupsi tujuh yayasan milik Soeharto akan diberkas terpisah. Saat ini, kata Alex, kejaksaan baru akan mengajukan gugatan pada salah satu yayasan tersebut. Nilainya Rp 1 triliun lebih, ujarnya. Namun, Alex enggan menyebut berkas kasus yayasan yang akan diajukan terlebih dulu tersebut.

Tujuh yayasan Soeharto yang diduga bermasalah adalah Yayasan Supersemar, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Trikora, Yayasan Dharmais, Yayasan Dana Abadi Karya Bakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, dan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan. Setelah jatuhnya Soeharto dari tampuk kepresidenan, yayasan-yayasan itu menjadi target Kejaksaan Agung untuk diselidiki.

Pada masa pemerintahan Habibie, Kejaksaan Agung pada masa Jaksa Agung Soedjono menemukan penyimpangan dana sebesar 84 persen kepada pihak-pihak yang tidak diketahui yang dilakukan yayasan Supersemar. Saat itu, dari hasil penyelidikan, Soeharto sebagai pemimpin yayasan menandatangani cek dengan nilai lebih dari US$ 50 ribu. Soedjono menyampaikan temuan itu kepada Presiden Habibie. Lima jam setelah menyampaikan laporan itu, Soedjono dipecat dengan alasan telah melampaui garis komando untuk masuk wilayah lain. AGOENG WIJAYA

Sumber: Koran Tempo, 12 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan