Kejaksaan Ajak Aktivis Gelar Perkara

Akan diupayakan agar rahasia negara tidak dibocorkan.

Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menyertakan pegiat lembaga swadaya masyarakat dalam setiap gelar perkara, terutama kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara. Perintah ini akan langsung saya sampaikan ke semua kejaksaan negeri yang ada di NTB, ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Mohammad Ismail kemarin.

Kebijakan ini, kata Ismail, dimaksudkan untuk mendukung rampungnya sejumlah kasus besar. NTB kini masih mempunyai tunggakan sedikitnya lima kasus besar. Untuk mencicil utang perkara ini, aktivis akan kami libatkan secara penuh, ujarnya.

Menyertakan aktivis, kata Ismail, sesuatu yang biasa. Gelar perkara yang lazimnya dilakukan dua kali sebulan itu akan diprioritaskan kasus-kasus yang banyak berhubungan dengan publik. Misalnya kasus korupsi yang melibatkan pejabat. Ia akan mengupayakan agar aktivis itu tidak membocorkan perkara. Kan ada kode etiknya. Sebab, membocorkan rahasia negara ada sanksinya, ujarnya.

Menurut Ismail, pegiat LSM di NTB selama ini banyak memberikan masukan. Mulai perkara-perkara korupsi, kasus hukum yang berbelok, hingga kinerja jaksa-jaksa nakal. Ketimbang mereka unjuk rasa, lebih baik kami sertakan. Kami berharap mereka juga mau menjadi saksi.

Kebijakan ini disambut gembira koalisi LSM Gerakan Antikorupsi. Menurut Hendriadi, pegiat LSM, kebijakan ini baru pertama kali terjadi. Sebelumnya, jangankan mengundang, berdiskusi pun sangat sulit dan cenderung tertutup, ujarnya.

Nantinya para aktivis akan melakukan kajian bersama. Misalnya dari menjaga independensi, aturan hukum, hingga soal keterikatan moral dengan kejaksaan. Itu kan teknis. Akan kami pelajari. Tapi, prinsipnya, sangat kami setujui, ujarnya.

Perkara-perkara korupsi yang mandek itu di antaranya dugaan korupsi APBD 2003 senilai Rp 19,5 miliar, kasus kredit macet di Bank NTB yang terjadi tahun ini senilai Rp 9,3 miliar, dan kasus tiga APBD 2005 yang kembar. Kasus proyek peningkatan alat kesehatan (dari dana dekonsentrasi) sebesar Rp 20 miliar.

Sumber: Koran Tempo, 21 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan