Kejagung Teliti Kebocoran Info Cekal atas Hartono

Dugaan adanya kebocoran informasi soal pencekalan terhadap pengusaha Hartono Tanoesoedibjo yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) terus diteliti Kejaksaan Agung (Kejagung).

Sebab, Hartono pergi ke luar negeri hanya sehari sebelum dicekal (cegah tangkal) imigrasi. ''(Jajaran) pengawasan sudah meneliti (dugaan kebocoran informasi) ini,'' kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) M. Amari di Kejagung, Jakarta, kemarin (9/7).

Dia menyatakan mendapatkan informasi tersebut langsung dari JAM Pengawasan Marwan Effendy. Mantan kepala Kejati (Kajati) Jabar itu menjelaskan, kecurigaan soal adanya kebocoran informasi bisa saja terjadi. Namun, kecurigaan itu harus disertai bukti.

''Saya belum tahu persis apa yang sebenarnya terjadi pada level teknis,'' tutur mantan JAM Intel (jaksa agung muda bidang intelijen) itu.

Yang pasti, lanjut Amari, pihaknya telah menandatangani surat permintaan cekal pada JAM Intel 21 Juni 2010. Sementara itu, Kejagung mengirimkan permohonan pencegahan ke luar negeri tersebut kepada imigrasi pada 25 Juni 2010.

Berdasar informasi dari imigrasi, Hartono meninggalkan Indonesia pada 24 Juni lalu. Rute kepergian adik kandung pengusaha Harry Tanoesoedibjo itu adalah ke Singapura dan Australia. ''Perginya direncanakan atau tidak, saya tidak tahu,'' ungkap Amari.

Para penyidik Gedung Bundar telah menjadwalkan pemeriksaan untuk Hartono dan mantan Menkeh HAM Yusril Ihza Mahendra pada 12 Juli mendatang. Amari tidak mau berandai-andai jika dua tersangka tersebut tidak memenuhi panggilan.

''Penasihat hukumnya (Hartono) datang ke kami, minta penundaan. Ada bukti tertulis bahwa dia sanggup hadir pada 15 Juli,'' terangnya.

Amari beralasan, penyidik sengaja menjadwalkan pemeriksaan pada 12 Juli karena disamakan dengan rencana pemeriksaan Yusril. Dia tidak berkomentar saat ditanya adanya gelagat tidak kooperatif dari Yusril, sehingga penyidik akan menempuh upaya paksa. ''Itu namanya rahasia perusahaan,'' ujarnya.

Dia menolak anggapan bahwa penyidikan kasus Sisminbakum sarat rekayasa. Begitu juga dengan penetapan Yusril dan Hartono sebagai tersangka. ''Semua murni atas pembuktian berdasar hukum. Rekayasa itu tidak sesuai ketentuan,'' tegasnya.

Terkait dengan perbedaan waktu penetapan dua tersangka dengan lima tersangka lain dalam kasus Sisminbakum, Amari punya penjelasan. Menurut dia, hal itu terkait dengan penelitian tim penyidik Kejagung.

''Kemampuan penyidik untuk mengumpulkan informasi, lalu dianalisis berdasar keputusan yang ada, baru ketemu sekarang. Kami tidak seperti yang Anda kira, (penyelidikan) instan. Itu dari hasil putusan yang dianalisis,'' urainya. (fal/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 10 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan