Kejagung Siap Lakukan Penyelidikan, Jika ada Laporan dari PPATK

Desakan agar pihak di luar Polri mengambil alih penyelidikan transaksi mencurigakan pada rekening sejumlah perwira polisi mendapat respons Kejagung. Instansi yang dipimpin Hendarman Supandji itu siap melakukan penyelidikan jika memang ada laporan dari PPATK.

"Prinsipnya, setiap laporan akan ditelusuri dulu. Ingat, itu belum tentu ada tindak pidananya. Jadi, jangan buru-buru divonis salah," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Didiek Darmanto saat dihubungi Jawa Pos di Jakarta Minggu kemarin (18/7).

Didiek menjelaskan, sesuai dengan undang-undang, Kejagung berhak memperoleh laporan hasil analisis dari PPATK. Jika diduga ada tindak pidana korupsi, kejaksaan bisa melakukan penyelidikan. "Sebenarnya tidak hanya Kejagung, KPK juga bisa. Jadi, semua penegak hukum berkoordinasi," katanya.

Namun, jelas Didiek, hingga kemarin, Kejagung belum menerima laporan hasil akhir (LHA) dari PPATK yang terkait dengan transaksi mencurigakan perwira polisi. "Jadi, LHA belum ada di tangan kami," ujarnya.

Kejagung selama ini dikenal lebih berani melakukan terobosan penyidikan kasus-kasus korupsi yang melibatkan sejumlah figur penting. Kejagung pernah menyidik kasus yang melibatkan mantan Menteri BUMN Laksamana Soekardi. Kejagung juga berani menyidik dugaan korupsi mantan duta besar Tiongkok Kuntara dan mantan Dubes Thailand M. Hatta. Yang terbaru, Kejagung sedang memeriksa dugaan korupsi mantan Mensesneg dan politikus Yusril Ihza Mahendra.

Sebelumnya, sejumlah aktivis antikorupsi memang berharap Kejagung atau KPK lebih proaktif setelah pengumuman penyelidikan internal oleh Polri Jumat (16/7) dianggap biasa-biasa saja. Jika hanya penyelidikan internal, solidaritas korps dianggap sangat kuat sehingga sulit transparan.

Saat ditanya kesiapan konkret Kejagung menganalisis LHA PPATK, Didiek Darmanto tidak mau berandai-andai. "Sampai saat ini belum di tangan kami. Nanti, bicara yang konkret kalau memang sudah terjadi," ujar pejabat murah senyum itu.

Secara terpisah, polisi rupanya tidak ingin dituding melindungi para jenderalnya yang disebut-sebut memiliki rekening ''gendut". Jika penegak hukum lain akan menelusuri rekening mencurigakan yang dikeluarkan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mereka membuka pintu lebar-lebar.

"Kalau KPK, kejaksaan, meminta untuk menelusuri LHA (laporan hasil analis) dan secara hukum legal, silakan saja," ucap Staf Ahli Kapolri Bidang Hukum Pidana Chairul Huda saat dihubungi kemarin (18/7).

Chairul dengan tegas membela sikap Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang yang tidak membeberkan secara rinci nama-nama perwira yang disebut-sebut memiliki rekening tidak wajar saat jumpa pers Jumat (16/7). "Itu kan memang sudah diatur dalam undang-undang," kilahnya.

Undang-undang yang dimaksud Chairul adalah pasal 11 UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pasal tersebut mengatur ancaman hukuman bagi orang yang membuka rahasia pribadi seseorang, kondisi pribadi, aset, dan pendapatan rekening bank.

Tetapi, saat disinggung bahwa pasal 17 bisa disanggah dengan pasal 18 yang mengatur bahwa rahasia tersebut bisa dibuka dengan persetujuan pemilik dan seseorang pemiliknya menduduki jabatan publik, Chairul pun mengatakan bahwa itu urusan setiap pemiliknya.

"Tapi dengan cacatan bahwa yang mengajukan permohonan adalah penegak hukum. Misalnya KPK atau kejaksaan. Bukan masyarakat biasa," ucapnya. Sebab, menurut dia, masyarakat biasa tidak memiliki kepentingan untuk mengetahui privasi dan rekening anggota polisi.

Tetapi, jika memang nanti KPK dan Kejaksaan benar-benar menelusuri rekening milik anggota polisi yang tercantum dalam LHA yang diserahkan PPATK, polisi tidak akan mengahalang-halangi.

Bahkan, lanjut Huda, Polri pasti tidak akan melindunginya. "Kalau memang ada indikasi tindak pidana, silakan ditindaklanjuti dan itu jadi tanggung jawab masing-masing pribadi," kata doktor di bidang hukum pidana tersebut.

Jumat lalu, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang menegaskan, di antara 23 rekening yang diselidiki, ada 17 yang dinyatakan wajar. Katagori wajar itu terbagi dalam beberapa bentuk transaksi. Misalnya, usaha keluarga dan pengalihan tabungan (lihat grafis).

Sisanya, dua rekening, sudah masuk proses pidana. Penyelidikan terhadap satu rekening dihentikan karena pemiliknya meninggal dunia. Satu rekening belum bisa diselidiki karena pemiliknya sedang mengikuti pilkada. Dua yang lain menunggu kelengkapan dokumen.

Edward menolak menjelaskan secara detail dengan alasan terancam hukuman sesuai dengan UU Kebebasan Memperoleh Informasi. Namun, Komisi Informasi Publik menegaskan, informasi itu bisa dibuka jika memang tidak dalam kategori penyidikan atau penyelidikan dan menyangkut pejabat publik.

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi III bidang hukum DPR Fahri Hamzah meminta KPK menyupervisi penyelidikan rekening Polri. Upaya lebih juga bisa dilakukan oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan. "Secara internal, Kapolri dan komisi III juga akan menggelar rapat tertutup soal rekening ini," kata politikus PKS itu.

Menurut Fahri, dalam pertemuan dengan Kapolri, komisi hukum DPR akan mempertanyakan prosedur penyelidikan hingga dicapai kesimpulan yang sudah diumumkan Kadivhumas Polri. "Kami ingin cross check apa memang sudah dilakukan proses audit yang benar," kata mantan aktivis KAMMI itu.

Adnan Topan Husodo dari ICW menilai, selain KPK, Presiden SBY bisa melakukan terobosan dengan membentuk semacam tim independen yang melingkupi semua unsur. "Jadi, tidak hanya dari polisi saja agar lebih independen dan lebih valid," ujar Adnan.

Selain itu, ICW hingga kini masih menunggu perkembangan penyidikan aksi kekerasan terhadap salah satu anggotanya, Tama Satrya Langkun. Tama adalah investigator rekening pejabat polisi yang melaporkan temuannya kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.

"Kami tetap yakin bahwa penganiayaan Tama sangat erat hubungannya dengan kasus rekening ini," kata Adnan. Polisi sendiri menyatakan sudah mengidentifikasi kelompok penyerang yang berulah dengan terencana itu. (kuh/rdl/iro)
Sumber: Jawa Pos, 19 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan