Kejagung Segera Ajukan PK; Terkait Putusan Bebas atas Kasus BLBI BUN

Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan mengajukan peninjauan kembali alias PK terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan dua terdakwa korupsi penyimpangan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Umum Nasional (BUN) senilai Rp 6,738 triliun.

Ini dilakukan karena putusan bebas itu dinilai tidak sebanding dengan perbuatan terdakwa yang merugikan negara triliunan rupiah. Dua terdakwa itu adalah Kaharuddin Ongko (mantan wakil komisaris utama BUN) dan Leonard Tanubrata (mantan Dirut BUN).

Kami segera mengajukan PK atas putusan bebas itu. Kami akan mencari waktu yang tepat untuk melakukan upaya hukumnya, kata Arnold Angkow, jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus tersebut, saat ditemui wartawan di Gedung Bundar Kejagung Jakarta kemarin.

Seperti diketahui, awal Maret lalu MA membebaskan Ongko dan Tanubrata setelah menolak permohonan kasasi yang diajukan JPU Arnold. Majelis hakim MA dipimpin Parman Suparman dan beranggotakan Arbijoto dan (alm) Sunardi Padang. Dengan putusan bebas itu, Ongko dan Tanubrata dianggap tidak terbukti merugikan negara dan bebas dari tuntutan jaksa.

JPU Arnold mengajukan kasasi setelah putusan PN Jakarta Pusat pada 10 Januari 2003 membebaskan tuntutan hukuman atas Ongko. Sedangkan Leonard Tanubrata dihukum 10 tahun penjara. Vonis itu jauh lebih rendah dibanding tuntutan JPU yang menuntut Ongko 19 tahun penjara dan Tanubrata selama 14 tahun penjara dengan denda Rp 30 juta atau subsidair 6 bulan kurungan.

Lebih lanjut Arnold mengatakan, pengajuan kasasi itu instruksi langsung dari Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh setelah mempelajari laporan proses persidangan kasus tersebut. Kita sudah melaporkan ke jaksa agung. Dan, rekomendasinya perlu diajukan upaya hukum PK, jelas jaksa yang juga menangani kasus korupsi Nurdin Halid itu.

Kapan pengajuan PK dilakukan? Angkow mengatakan pihaknya tidak terburu-buru untuk mengajukan PK karena perlu menemukan novum alias bukti baru dalam perkara tersebut. Tim JPU sudah berkali-kali melakukan pertemuan, tetapi novum itu belum juga ditemukan.

Ini mirip kasus Akbar Tandjung (skandal korupsi dana Bulog Rp 40 miliar) yang divonis bebas MA. Hingga kini, baik kasus Akbar maupun Ongko masih dicari novumnya sebelum diajukan PK-nya, jelas jaksa senior di Gedung Bundar itu.

Menurut Angkow, JPU tidak mau gegabah begitu saja mengajukan novum karena khawatir bakal dikalahkan MA lagi dalam putusan PK. Kami berupaya mengkaji lebih mendalam mengapa pengajuan kasasi dikalahkan MA. Jadi, mungkin perlu waktu agak lama untuk menemukan novumnya, beber Arnold.

Pada persidangan, majelis hakim membebaskan Ongko dan Tanubrata karena fakta yuridis tidak menunjukkan adanya perintah kepada jajaran direksi BUN untuk melanggar ketentuan pemberian kredit sehingga BUN kesulitan likuiditas dalam mengembalikan kewajibannya. Pertimbangan meringankan lain adalah keluarnya Inpres No 8/2002 yang memuat perjanjian release and discharge (R&D) pemerintah dengan pemilik bank itu.

Ongko dan Bob Hasan (selaku pemegang saham BUN) memang pernah menandatangani Master of Settlement & Acquisition Agreement (MSAA) dan Master of Refinance Notes Issuance Agreement (MRNIA) atas kewajiban pengembalian BLBI BUN senilai Rp 6,738 triliun. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 2 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan