Kejagung Mulai Sidik Korupsi Sisminbakum dengan Tersangka Yusril Ihza Mahendra

Dugaan Korupsi Biaya Akses Sisminnbakum

Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai menyidik dugaan korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dengan tersangka mantan Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra serta pengusaha Hartono Tanoesoedibjo. Tim penyidik mulai hari ini (29/6) dan besok (30/6) bakal memeriksa enam saksi.

''Kamis (1/7) baru memeriksa kedua tersangka (Yusril dan Hartono),'' kata Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Arminsyah di Gedung Kejagung kemarin (28/6).

Para saksi itu adalah Ismail Barmawi, John Sarodja Saleh, Ali Amran Djanah, Gerald Yakobus, Romli Atmasasmita, dan Yohanes Waworuntu. Romli dan Yohanes sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan dalam kasus Sisminbakum tersebut.

Menurut Arminsyah, penetapan Yusril dan Hartono sebagai tersangka merupakan hasil kajian tim penyidik. Juga, berdasar hasil sidang terhadap empat tersangka yang sudah diajukan ke pengadilan. ''Dari sana diperoleh fakta bahwa dua orang tersebut terlibat dalam tindak pidana itu,'' terang mantan staf khusus jaksa agung tersebut.

Dia mengungkapkan, Yusril dan Hartono dijerat pasal 2, 3, dan 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya sesuai undang-undang adalah pidana seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Namun, Arminsyah belum memastikan penahanan terhadap Yusril dan Hartono setelah diperiksa. ''Yang jelas, kami sudah mengajukan surat cekal,'' katanya.

Dalam kasus Sisminbakum, sebelumnya Kejagung menetapkan lima tersangka. Empat di antaranya sudah menjalani sidang. Yakni, tiga mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU), Romli Atmasasmita, Zulkarnaen Yunus, dan Syamsudin Manan Sinaga. Kemudian, Dirut PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Yohanes Waworuntu. Seorang tersangka yang belum disidang adalah Ali Amran Djanah, mantan ketua Koperasi Pengayoman.

Sementara itu, kubu Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut benar-benar merasa di atas angin pasca penetapan Yusril dan Hartono sebagai tersangka. Setelah mengklaim sebagai pemilik sah PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Tutut tetap melanjutkan gugatan kepemilikan saham yang sidangnya sedang dilangsungkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

''Gugatan akan jalan terus karena ini dua kasus yang berbeda,'' kata Ananta Budi Artika, pengacara Mbak Tutut, di Jakarta kemarin.

Yang dicabut Kemenkum dan HAM, kata Ananta, adalah surat keputusan mengenai pengesahan akta TPI hasil rapat umum pemegang saham (RUPS) kubu Hary Tanoesoedibjo. Di dalam akta tersebut tercantum pemilik beserta jajaran direksi. ''Sementara itu, sidang di PN Jakarta Pusat tersebut adalah soal kepemilikan saham Tutut. Tidak akan ada tumpang tindih lah,'' ujarnya.

Hal senada diungkapkan pengacara Tutut, Denny Kailimang. Dia menyatakan bahwa penetapan Yusril dan Hartono sebagai tersangka telah membongkar kebusukan Hary. ''Sekarang semua orang tahu siapa yang ada di balik ini semua,'' tegasnya.

Sebagaimana diwartakan sebelumnya, 17 Maret 2005, Tutut mendaftarkan hasil RUPS ke Depkum dan HAM (sekarang Kemenkum dan HAM) melalui Sisminbakum. Menurut Denny, sistem bikinan PT SRD (perusahaan milik Hartono) itu menolak upaya pendaftaran hasil RUPS tersebut. Kubu Hary kemudian mendaftarkan RUPS versi mereka hingga mendapatkan akta TPI sampai sekarang.

Tutut mengklaim, kepemilikan TPI telah berpindah ke tangannya dari kepemilikan PT Berkah Karya Bersama milik Hary. Dalam RUPS pada 23 Juni 2010, Tutut telah menunjuk manajemen baru.

Di antaranya, Dirut Japto Soerjosoemarno, Wakil Dirut Daniel Gunawan Reso, Direktur Mohamad Jarman, dan Direktur Agus Sjafrudin. Selain itu, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar menjadi komisaris utama. (fal/aga/c5/agm)
Sumber: Jawa Pos, 29 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan