Kejagung Diminta Usut APBD Papua

Gubernur terpilih Papua Barnabas Suebu terus bersafari ke sejumlah pejabat pusat. Setelah melaporkan kosongnya kas APBD 2005 kepada Wapres Jusuf Kalla, gubernur yang pelantikannya tertunda gara-gara dugaan ijazah palsu itu menemui Wakil Jaksa Agung Basrief Arief.

Barnabas yang dijumpai usai pertemuan mengatakan, kedatangannya ke sejumlah pejabat Kejagung untuk meminta dukungan membangun pemerintahan yang bersih selama memimpin provinsi paling ujung timur Indonesia tersebut.

Kami juga minta audit keuangan, manajemen, dan pembangunan. Saya mau tahu keadaan di Papua sebelum menjalani (pemerintahan), jelas Barnabas.

Selain itu, lanjut Barnabas, audit tersebut digunakan untuk mengukur kekuatan dan kelemahannya saat memimpin Papua. Nah, berbagai kelemahan itu bisa diperbaiki dengan penerapan konsep good governance.

Menurut dia, sebelum mengunjungi Kejagung, dirinya telah bertemu dengan pejabat BPK. Di lembaga tersebut Barnabas mengaku juga meminta BPK turun tangan mengaudit penggunaan APBD Papua secara rutin.

Ini bisa memperjelas dugaan adanya sebuah kasus. Bila telah terpenuhi dengan fakta, data, dan bukti yang cukup, kasus itu nanti bisa diproses lembaga penegak hukum, jelasnya. Jika ada indikasi kerugian negara, dia berharap agar Kejagung dan KPK juga turun tangan mengusut.

Dia lebih banyak berkomentar hal-hal yang umum. Soal audit terhadap kosongnya APBD Papua 2005, Barnabas tidak menjelaskan secara khusus. Soal itu, yang jelas, saya mau tahu keadaan (anggaran) di Papua sebelum menjalaninya (pemerintahan), kata Barnabas.

Dia mengatakan, pihaknya berkeinginan membentuk masyarakat Papua yang tertib, disiplin, dan taat hukum. Apa pun persoalannya, masalah itu dapat diproses secara hukum, kata Barnabas, yang pada era Orde Baru juga pernah menjabat gubernur Papua.

Menurut dia, Kejagung menyambut positif kunjungannya. Kejagung juga bersedia membantu penegakan hukum di Papua.

Lebih lanjut, Barnabas mengakui kedatangannya ke Kejagung merupakan rangkaian kunjungan kehormatan ke pejabat pemerintahan. Misalnya, ke presiden, sejumlah kementerian, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Intinya, kami membutuhkan nasihat untuk membangun pemerintahan yang bersih, baik, dan melayani rakyat. Dalam hal ini, kita perlu menata pemerintahan di Papua, kata Barnabas.

Sebelumnya, seperti ditulis koran ini, Barnabas melaporkan kosongnya kas APBD Papua 2005 ke Wapres Jusuf Kalla. Menurut dia, anggaran tersebut habis karena digunakan untuk pemekaran wilayah. Uangnya ada yang dipakai untuk bangun kantor, beli mobil, dan sebagainya. Ini harus diaudit secara anggaran dan teknis, kata Barnabas usai bertemu dengan Wapres.

Selain itu, kata Barnabas, dari total anggaran yang ada, 70 persen digunakan untuk belanja administrasi. Kalau dibuat piramida terbalik, yang paling atas adalah belanja administrasi. Baru tetesannya, kalau menetes, untuk rakyat Papua, kata Barnabas.

Indikasi korupsi itu, bagi Barnabas, sangat wajar. Dia membandingkan Jawa Barat yang memiliki anggaran Rp 17 triliun dengan penduduk 4 juta jiwa. Anggaran Papua Rp 12 triliun dan penduduknya hanya 2 juta jiwa. Tapi, kondisinya miskin, katanya. Nah, pada era kepemimpinannya, Barnabas berniat mengubah kebijakan. Yaitu, 60 persen untuk rakyat dan sisanya digunakan infrastruktur dan administrasi. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 12 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan