Kejagung Cekal Empat Tersangka Kasus APHI
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mencekal empat tersangka kasus dugaan korupsi dana Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dengan kerugian sekitar Rp268 miliar dan US$6 juta.
''Mereka adalah Adiwarsita Adinegoro (mantan Ketua Umum APHI) dan Abdul Fatah (mantan Wakil Ketua APHI). Keduanya sejak Rabu (22/12) malam ditahan di rutan Kejagung. Sedangkan dua tersangka lain, adalah J Mansur (Bendahara) dan Yusran Syarif (Wakil Bendahara) hingga kini belum diperiksa karena sakit dan sibuk acara keluarga. Namun, keduanya juga telah dicekal,'' kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RJ Soehandoyo kemarin.
Kasus dugaan korupsi APHI, lanjut Soehandoyo, merupakan salah satu prioritas penanganan kasus korupsi di lingkungan Kejagung, termasuk mengejar para buronan yang hingga kini belum dapat dieksekusi karena melarikan diri.
Adiwarsita sendiri meringkuk di ruang tahanan Kejagung. Menurut kuasa hukumnya, Mohammad Assegaf, kemarin belum ada pemeriksaan lanjutan yang dilakukan Kejagung terhadap kliennya itu. Hal itu diungkapkan Assegaf kepada wartawan usai menjenguk Adiwarsita.
Sekitar pukul 13.30 WIB, kemarin, anak dan istri Adiwarsita serta Abdul Fatah menjenguk tersangka. Tetapi mereka enggan berkomentar setelah menjenguk Adiwarsita. Abdul Fatah sendiri juga dalam status tahanan dengan tuduhan sama.
Menurut Assegaf, kondisi kliennya sehat. Hanya di ruangan tahanan yang berukuran 3 x 4 meter, Adiwarsita tidak mengetahui perkembangan yang terjadi di Jakarta, karena tidak ada televisi maupun radio.
Mulai kemarin pintu masuk ke rutan Kejagung diperketat menyusul ditahannya Adiwarsita dan Abdul Fatah. Tim dokter dari Kejagung sempat memeriksa kesehatan Adiwarsita dan Abdul Fatah. Dr Hendra selaku ketua tim dokter Kejagung mengatakan, pemeriksaan ini dilakukan secara rutin kepada semua tahanan di rutan Kejagung.
Menurut kuasa hukum Adiwarsita, Adnan Buyung Nasution, kasus tersebut sebelumnya sudah mengantongi Surat Perintah Pemberhentian Penyelidikan (SP3) dari Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Basrief Arief pada 3 Januari 2003.
''Saat itu jelas dikatakan tidak terbukti tindak korupsi karena memang dana APHI itu murni iuran anggota. Dengan demikian, tidak merugikan keuangan negara.''
Sedangkan tuduhan korupsi APHI yang disebut-sebut melalui dana penyertaan negara lewat keanggotaan PT Perhutani juga tidak benar. Pasalnya, PT Perhutani memang tidak terdaftar sebagai anggota. Yang terdaftar hanya PT Inhutani I-IV, yaitu perusahaan yang modalnya sudah dipisahkan dari kekayaan negara.
Itu sebabnya, kalau memang ada penyelewengan dana APHI, tetap tidak layak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Sebaliknya, permasalahan itu hanya bisa dipertanggungjawabkan melalui musyawarah nasional (munas). Sayang, pertanggungjawaban Adiwarsita lewat munas yang seharusnya digelar Desember 2004 keburu dijegal beberapa pengurus baru.
Kasus-kasus yang mendapat prioritas di lingkungan Kejagung, selain kasus APHI, adalah kasus Koperasi Distribusi Indonesia (KDI) dengan tersangka Ketua Umumnya Nurdin Halid, kasus privatisasi PT Pelindo II dengan tersangka mantan Menteri BUMN Tanri Abeng, dan pengkajian ulang dua kasus yang telah di-SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).
Kedua kasus yang dikaji ulang (review) setelah dikeluarkan SP3 adalah kasus Technical Assistance Contract (TAC) antara PT Pertamina dan PT Ustraindo Petro Gas (UPG) dan tersangka mantan Mentamben Ginandjar Kartasasmita dan Direktur Utama PT UPG Praptono Tjitrohupojo, serta kasus BLBI pada BDNI dengan tersangka Sjamsul Nursalim. (Faw/Rdn/Ant/X-8)
Sumber: Media Indonesia, 24 Desember 2004