Kejagung Bantah Diamkan Penebangan Liar

Pihak Kejaksaan Agung membantah telah mendiamkan kasus penebangan liar (illegal logging). Bantahan itu disampaikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sudhono Iswahyudi di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, akhir pekan lalu.

Sudhono membantah tidak melakukan tindakan apa pun terhadap daftar nama 19 cukong besar penebangan liar yang sudah diserahkan Departemen Kehutanan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurut dia, Kejagung sudah menindaklanjuti laporan itu dengan mengadakan pertemuan bersama jajaran Direktur Jenderal Kehutanan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Sudhono menyebutkan, pertemuan itu membicarakan upaya Kejagung mencari alat bukti keterlibatan cukong-cukong dalam penebangan liar sehingga para cukong besar yang diduga terlibat itu dapat segera ditindak. Sekarang, alat bukti itu sudah mulai dikumpulkan, ujarnya.

Kendati demikian, Sudhono tidak bersedia menjelaskan, kapan akan melakukan tindakan hukum terhadap mereka. Padahal, seperti diberitakan, Menteri Kehutanan MS Kaban menyesalkan, belum satu pun cukong besar penebangan liar yang ditangkap, meskipun daftar nama mereka sudah diserahkan kepada Kejagung sejak 29 Oktober 2004.

Marak di daerah
Belum tersentuhnya otak pelaku membuat kegiatan illegal logging marak terjadi di daerah, antara lain di Sumatera Utara, seperti diakui Kepala Subdinas Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumut Firamansyah. Hal itu terjadi juga karena pemerintah kabupaten/kota di Sumut tidak peduli dengan kegiatan penebangan liar di wilayahnya.

Walaupun kita sudah beberapa kali berhasil menangkap pelaku illegal logging di lapangan, tetapi otak pelakunya tidak pernah ditangkap, katanya.

Berdasarkan data Dishut Sumut, tahun 2002 Dishut Sumut bekerja sama dengan aparat terkait menangkap lima pelaku pencuri kayu dan menyita barang bukti 11 truk dan sebanyak 146,0526 meter kubik kayu olahan. Para pelakunya hanya divonis pengadilan negeri dengan masa hukuman tiga hingga enam bulan, kata Firamansyah. Pada tahun 2003 dan 2004 juga terjadi kasus yang hampir sama dan hukuman terhadap pelakunya pun ringan.

Robert Valentino, aktivis lingkungan Sumut, mengatakan, kegagalan penanganan kasus illegal logging tersebut disebabkan lemahnya penegakan hukum dan indikasi keterlibatan para pucuk pimpinan di daerah. Pemerintah terkesan tidak pernah bisa serius menyelesaikan illegal logging di Sumut. Itu bisa dilihat dari kecilnya hukuman bagi para pembabat hutan. Padahal, dampaknya sangat parah dan mengancam kehidupan masyarakat, ujarnya.

Sulitnya menjaring otak pelaku penebangan liar juga diakui Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam Riau John Kenedie. Namun, operasi terpadu yang rencananya dilaksanakan terus-menerus setahun ini akan memutus arus pasokan kayu ilegal. Perusahaan asing maupun dalam negeri yang diduga turut menyuburkan aktivitas ini dalam waktu dekat dipastikan kehilangan sumber bahan baku.

Operasi illegal logging terpadu untuk saat ini, ungkap John, difokuskan pada titik rawan jalur Taluk Kuantan, Pelelawan, Lipat Kain, Minas-Duri, Simpang Beringin, serta jalur jalan lintas antara Riau dan Medan, Sumut. Lalu operasi diprioritaskan pada jalur rawan di perairan Riau, di Sungai Gaung-Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, di Dumai dan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan. Juga, jalur laut yang menjadi jalur utama masuk ke Malaysia.(idr/aik/nel/otw)

Sumber: Kompas, 21 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan