Kehidupan Para Penegak Hukum yang Tersandung Kasus Hukum
Agustusan, Allositandi Sumbang Agustusan Rp 100 Ribu
Nama Herman Allositandi tiba-tiba mencuat. Ketua majelis hakim perkara korupsi PT Jamsostek itu ditangkap Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor) karena diduga terlibat pemerasan terhadap saksi Walter Sigalinging. Selain dia, beberapa penegak hukum juga tersandung perkara hukum.
Saya tidak pernah menyuruh dan minta berapa. Sampai Rp 200 jutaan, itu gila. Jangankan duit Rp 200 juta, Rp 1 juta saja ngos-ngosan nyari.
Kalimat tersebut pernah dilontarkan hakim Herman Allositandi saat dikonfirmasi mengenai keterlibatannya dalam kasus pemerasan oleh panitera pengganti PN Jakarta Selatan Jimmy Adrian Lumanauw terhadap Walter Sigalinging. Walter adalah saksi perkara korupsi investasi medium term notes (MTN) senilai Rp 311 miliar.
Tidak cukup itu, pria asal Makassar tersebut juga mengaku terkejut saat mengetahui peristiwa pemerasan tersebut menimpa salah seorang saksi dalam persidangan. Ya kaget dong, Mas. Apalagi menyangkut perkara yang sementara saya tangani, ujarnya.
Mantan ketua Pengadilan Negeri Mojokerto itu pun berdalih bahwa Jimmy telah mencatut nama-nama majelis hakim untuk memeras. Saya akan menuntut dia karena telah mencemarkan nama baik, tegasnya sedikit emosional.
Namun, alibi Allositandi tersebut tidak bertahan lama. Selang beberapa hari kemudian, Timtastipikor menangkap dia di rumah dinasnya. Dia ditangkap karena terbukti berkonspirasi dengan Jimmy untuk memeras. Tentu, banyak kolega Allositandi yang kaget dan tidak percaya bahwa rekannya sesama hakim tersebut terlibat kasus pemerasan.
Koran ini pun mencoba menelusuri kehidupan keseharian Allositandi. Penelusuran dimulai dari rumah dinasnya yang kebetulan dekat dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rumah tersebut berada di Gang Kancil Kompleks Kehakiman No C 6 RT 003 RW 009, Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu.
Rumah di salah satu sudut kompleks tersebut tampak tidak berpenghuni. Karena pagar rumah tidak terkunci, koran ini memberanikan diri masuk dan mengetuk pintu. Namun, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Dari balik kelambu jendela, ruang tamu terlihat kosong. Di situ, hanya ada dua kursi berukir dan sebuah meja. Di atas meja tersebut terdapat beberapa koran Indo.Pos.
Di salah satu sudut ruangan terdapat raket yang terbungkus. Mungkin, Allositandi sering bermain badminton untuk melepas kejenuhan sebagai hakim. Di salah satu ruangan juga terdapat sebuah spring bed besar yang sengaja diberdirikan berdekatan dengan pintu kamar.
Di teras rumahnya pun tidak ada yang istimewa. Lantai terasnya menggunakan keramik merah. Juga, ada keset biru tua yang warnanya terlihat mulai pudar.
Rumah dinas bertipe 70 itu tampak kotor dan tidak terawat. Cat temboknya kusam dan cat pagarnya sudah mengelupas. Plafonnya mulai menjulur ke bawah karena tidak bisa menahan air hujan dari atap yang bocor. Begitu juga, halaman mulai ditumbuhi rumput liar.
Di halaman rumah Allositandi ada sebuah rumah kecil layaknya pos keamanan. Di pos tersebut juga tidak terdapat tanda-tanda kehidupan. Koran ini mencoba bertanya kepada tetangga sebelah rumah Allositandi. Di sana, tampak seorang laki-laki dan perempuan muda sedang bercengkerama.
Perempuan muda yang enggan disebutkan namanya itu mengaku mengenal Allositandi, tapi enggan membicarakan lebih jauh. Itu urusan orang tua, Mas. Takut kelewatan ngomong, ujar laki-laki yang kebetulan di dekatnya.
Lelaki itu kemudian menyarankan agar koran ini menemui pemilik rumah di depan rumah Allositandi. Ke sana saja Mas, ke tempat Pak Ariansyah (salah seorang hakim di PN Selatan, Red), katanya.
Rumah Ariansyah B. Dali memang berbeda 180 derajat dari rumah Allositandi. Rumah itu terlihat lebih terawat dan asri. Di teras rumah terdapat tanaman gantung yang ditata rapi. Seorang perempuan setengah baya berdaster cokelat keluar dari rumah itu. Dengan sedikit takut, dia menyambut kedatangan koran ini.
Perempuan yang belakang diketahui sebagai adik Ariansyah tersebut menyatakan bahwa kakaknya sudah berangkat kerja. Sementara itu, dirinya tidak mengetahui soal Allositandi. Saya dari Kalimantan. Di sini baru seminggu. Jadi, saya tidak tahu, ungkapnya ramah.
Ketika Jawa Pos hendak bertemu istri Ariansyah, perempuan itu mengaku akan melihatnya dulu. Sebab, istri Ariansyah sedang mencuci di belakang. Sebentar ya, Mas, ujarnya sambil membalik badan menuju belakang rumah. Selang beberapa menit, dia keluar dan menyatakan bahwa istri Ariansyah sedang keluar rumah. Mungkin sedang berbelanja, katanya.
Koran ini pun menuju PN Jakarta Selatan dan bertemu Ariansyah. Ketua majelis hakim persidangan dengan terdakwa teroris Abu Bakar Ba