Kehadiran KPK dan BPK dalam Rapat Banggar Tidak Bermanfaat

Rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memonitor rapat-rapat di Badan Anggaran
DPR RI dinilai tidak akan bersampak signifikan. Lebih dari itu, keterlibatan KPK dan BPK justru lawan dipolitisasi.

"Dampaknya tidak signifikan bahkan tidak berdampak apapun, apalabi jika keterlibatan itu hanya dimaknai sebagai hadir dalam rapat," ujar Ronald Rofiandri, Direktur Monitoring Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) saat ditemui di kantor ICW, Jakarta, Minggu ((18/9/2011).

Menurut Ronald, hal yang paling penting dilakukan adalah menempatkan fungsi KPK dan BPK sebagaimana mestinya, sesuai kapasitas masing-masing berperan mencegah semakin merebaknya virus mafia anggaran. Berikut petikan wawancara redaksi www.antikorupsi.org dengan Ronald:

Bagaimana Anda menanggapi undangan DPR kepada KPK dan BPK?

Pada dasarnya kami mengapresiasi concern DPR untu melibatkan KPK dan BPK, tapi metodenya harus diperbaiki. Apakah pemantauan secara fisik ini akan efektif, atau sekadar memenuhi ekspektasi pimpinan DPR.

Apakah akan efektif?

Kalau bicara dampak ke depan, tidak akan terlalu signifikan. Seperti kita semua ketahui, berjangkitnya virus mafia anggaran itu jauh sebelum berlangsungnya rapat-rapat banggar atau bersama rapat banggar tapi bukan berada di ruang formal yang terbuka. Maka dari itu kami mendesak KPK untuk tetap menjalankan silent initiative sekalipun telah hadir dalam rapat banggar.

Sementara itu, kalau kita kaitkan ke BPK, upaya ini juga tidak akan efektif, karena BPK bekerja di wilayah audit implementasi. Bahwa kemudian terjadi masalah atau tidak dalam perencanaan itu akan ditemukan belakangan.

Apakah ini merupakan upaya untuk menempatkan BPK dan KPK sebagai alat legitimasi rapat-rapat Banggar?

Itu yang dikhawatirkan. Kalau ditemukan ada penyimpangan dalam penggunaan APBN, misalnya, KPK dan BPK akan dipersoalkan, karena pada waktu lalu sudah dilibatkan. Masalah yang lain, pelibatan ini juga rawan dipolitisasi, karena pembahasan anggaran di Banggar DPR sangat terkait politik anggaran.

Hal yang penting diingat, pelibatan kedua lembaga ini tidak boleh mereduksi pertanggungjawaban DPR kepada publik. Karena dalam pasal 69 ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, pelaksanaan fungsi anggaran itu dalam kerangka representasi publik. Jadi, pelibatan KPK dan PK tidak mengurangi arti penting penyelenggaraan rapat-rapat terbuka dan partisipasi publik.

Bagaimana model pelibatan KPK yang ideal?

Melibatkan KPK lebih jauh, tidak semata-mata secara fisik hadir. Caranya, KPK diminta mereview SOP (Satndard Operation Procedure) atau aturan-aturan dalam pembahasan anggaran di Banggar. Hal serupa juga bisa dilakukan di Kementerian, KPK diminta mengaudit SOP pengajuan budget awal. Hal ini pernah dilakukan, ketika KPK mengaudit SOP Bank Indonesia.

Upaya yang demikian ini jauh lebih punya dampak. SOP yang dianggap rawan atau meninggalkan lubang yang menganga yang bisa dimanfaatkan oleh mafia anggaran. Kalaupun KPK dan BPK hadir memenuhi undangan boleh saja tapi jangan dijadikan legitimasi.
Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan