Kegiatan ParlemenMengembalikan Uang Reses Rakyat

Tidak seperti hari biasanya, akhir Juli 2006, loket biro keuangan Sekretariat Jenderal DPR di Gedung Nusantara I penuh sesak. Bukan ada antrean minyak tanah atau bantuan dana bencana. Tapi para anggota Dewan sedang mengambil bantuan kegiatan penyerapan aspirasi di masa reses. Besarnya, Rp 31,5 juta-Rp 45 juta per orang.

Ini harus benar-benar bermanfaat untuk rakyat, ujar Nursyahbani yang berniat memanfaatkan uang itu untuk membuka posko pengaduan di daerah dan membuat pelatihan pemberdayaan perempuan.

Yuddy Chrisnandy dari Fraksi Partai Golkar lain lagi. Yuddy, yang setiap reses selalu mengadakan pertemuan dengan masyarakat sampai tingkat kecamatan, berniat mengintensifkan pertemuan sampai tingkat desa.

Ketika Kompas mengikuti kunjungannya dua pekan lalu, Yuddy menjelajahi desa-desa di Kabupaten Cirebon. Alat pengeras suara selalu siap di mobilnya sehingga desa yang dikunjunginya tidak perlu repot-repot lagi menyediakan alat pengeras suara untuk pertemuan. Seusai mendengar aspirasi masyarakat, Yuddy melalui anggota stafnya, Rudi Ahmadi, pun memberi bantuan Rp 2,5 juta. Sejak 14 Juli sampai sekarang sudah habis Rp 39,6 juta, kata Rudi.

Daerah pemilihan Yuddy yang meliputi Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, dan Kabupaten Indramayu terdiri dari 73 kecamatan dan 756 desa. Menurut dia, dengan bantuan kegiatan penyerapan aspirasi Rp 35,5 juta, kegiatan temu konstituen lebih leluasa.

Agar konstituennya setiap saat bisa menghubunginya, Yuddy pun membagi-bagikan kartu nama kepada warga. Dalam kartu nama itu juga dicantumkan nomor telepon. Kalau lupa janjinya, nanti saya tagih lewat SMS, ucap Tessi, seorang warga.

Faishal Helmy dari F-KB punya cara lebih unik. Uang Rp 35,5 juta yang dia terima digunakan untuk mengadakan turnamen sepak bola sebulan penuh di daerah pemilihannya. Pada 1 Agustus lalu, begitu Turnamen Kang Helmy Cup itu dibuka, warga pun tumpah ruah di lapangan sepak bola Tumaritis, Subang. Sebanyak 36 klub ikut bertanding. Dengan cara informal begini, kita justru bisa mendengar dan merasakan aspirasi masyarakat sesungguhnya, kata Helmy.

Dari penjualan tiket, Helmy bahkan bisa menghimpun dana cukup besar untuk disumbangkan kepada korban bencana tsunami di Pangandaran. Sambil menyelam, minum air.

Mekanisme kontrol
Masalahnya, apakah 550 anggota DPR punya niat mengembalikan uang itu kepada rakyat? Atau, hanya untuk mempertebal kocek sendiri dan mendongkrak popularitas diri semata?

Sejumlah anggota Dewan mengakui kelakuan mereka di saat reses memang ada banyak tipe. Ada yang saat reses ngendon di rumah di Jakarta saja; ada yang sekadar telepon ke daerah pemilihan; ada yang hanya datang ke pengurus partai di daerah; ada juga yang mengadakan pertemuan di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan; tapi ada juga yang sampai tingkat desa.

Kerja anggota Dewan saat reses ini memang sulit dilacak karena tidak tercatat di Sekretariat Jenderal DPR dan terpublikasikan. Situs resmi DPR www.dpr.go.id pun tak menyediakan informasi penting itu sehingga kalau ada anggota DPR yang saat reses tetap di Jakarta atau melancong ke luar negeri pun, tak akan banyak yang tahu.

Terlebih lagi, mekanisme kontrol belum disiapkan. Roestanto, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR (Fraksi Partai Demokrat), mengakui kelemahan itu. Uang itu bersifat lumpsum, jadi kalau tidak dipakai, tidak ada aturannya, ujarnya.

Atas pertimbangan itu, Dradjad Wibowo dari Fraksi Partai Amanat Nasional (DKI I) memilih tidak mengambil dana itu sebelum mekanisme dibenahi. Dia khawatir uang itu malah menjerumuskan dirinya ke penjara karena aturan penggunaannya tidak jelas. Dia mencontohkan, dalam kuitansi disebutkan dana ini untuk tujuh kali pertemuan. Setiap pertemuan Rp 4,5 juta. Lalu, bagaimana kalau ada pertemuan yang hanya menghabiskan Rp 2,5 juta, tapi ada juga yang biayanya Rp 6 juta. Kalau saya ajak kader makan di warung padang, apakah itu juga berlaku? ujar Dradjad.

Namun, sikap Dradjad justru tidak populer. Menurut Sekjen DPR Faisal Djamal, hampir semua anggota DPR mengambil uang itu. Memang ada beberapa fraksi yang belum menggunakan uang itu, menunggu mekanisme pelaporan yang lebih jelas, tetapi uang diambil.

Suryama M Sastra dari F-PKS berpendapat, satu-satunya jalan untuk mengontrol dana reses adalah dengan memberlakukan sistem reimburse. Setiap anggota Dewan harus menunjukkan bukti kuitansi pengeluaran untuk mempertanggungjawabkan uang yang digunakan. Memang merepotkan, tapi untuk membangun kepercayaan masyarakat, itu harus dilakukan, ucapnya.

Tata Tertib DPR sesungguhnya sudah menyebut masa reses sebagai masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang untuk melaksanakan kunjungan kerja, baik yang dilakukan secara perseorangan maupun berkelompok. Tak sedikit juga yang menjadikannya liburan. Ada juga yang bermain di wilayah abu-abu, berkunjung ke daerah, tapi anak dan istri diajak.

Wisata keluarga
Hasil pemantauan Kompas pada kunjungan kerja Komisi X DPR ke Berastagi, Sumatera Utara, 27 Juli lalu, dari delapan anggota DPR yang datang pada saat itu, empat di antaranya membawa anggota keluarga

Keluarga saya menyusul untuk kunjungan ke tempat wisata di Danau Toba. Wisata kan perlu banyak orang dan kegembiraan, kilah Wakil Ketua Komisi X DPR Anwar Arifin.

Saat rombongan Komisi I ke Timur Tengah, ada dua anggota DPR yang membawa istri. Di rombongan Komisi V, juga ada yang membawa suami. Memang tidak dilarang sepanjang memakai dana pribadi.

Namun, secara etik tetap menimbulkan pertanyaan karena bila keluarga dibawa, meskipun menggunakan biaya sendiri, fasilitas negara pun pasti terkait karena tergabung dalam delegasi, mulai dari pengurusan visa, tiket, hotel, atau jamuan makan.

Tidak heran kunjungan kerja anggota DPR ke daerah atau luar negeri sering dirasa merepotkan tuan rumah. Tetapi, sejak reformasi, banyak pejabat daerah atau kedutaan tak lagi mau direpotkan. Mereka kini memperlakukan anggota DPR lebih proporsional. Kami tak lagi melayani berlebihan karena anggota DPR punya anggaran sendiri untuk masa reses, kata Kepala Biro Umum dan Perlengkapan Pemprov Kalsel Fakhrudin.

Ketua DPR Agung Laksono menyerukan ke seluruh instansi untuk tidak memberi uang apa pun kepada anggota DPR. Ketua Badan Kehormatan DPR Slamet Effendy Yusuf juga melarang seluruh komisi membebani biaya hotel kepada mitra kerja.

Pendapatan anggota DPR sebenarnya sudah cukup besar. (lihat tabel). Apalagi mengingat masih ada 70 juta rakyat miskin di negeri ini dan negara sedang dililit bertumpuk-tumpuk utang hingga anak cucu cicit.

Dengan makin banyaknya uang rakyat yang diberikan kepada wakil rakyat di Senayan, rakyat tentu hanya bisa berharap uang itu tidak disalahgunakan, tapi justru digunakan untuk menyejahterakan rakyat.

Hal itu juga yang diharapkan Oman J Haryanto, montir pompa air di Cirebon yang ikut hadir dalam pertemuan dengan Yuddy. Kondisi sekarang ini makin susah, Mas. Setelah BBM naik, pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Bantuan langsung tunai yang Rp 300.000 per tiga bulan juga tidak merata. Yang jompo tak kebagian, yang punya motor malah dapat. Pejabat mestinya bisa melakukan sesuatu buat rakyat miskin, ujarnya.

Para pejabat di eksekutif dan birokrasi tentu punya tanggung jawab lebih besar karena anggaran DPR yang Rp 1,1 triliun hanyalah 0,02 persen dari keseluruhan anggaran negara yang tersebar di lembaga negara dan departemen. Jangan sampai pejabat semakin kaya, rakyatnya makin menderita. (NDY/FUL/CAS-Sutta Dharmasaputra)

Sumber: Kompas, 9 Agustus 2006
-----------
Banyak Fraksi Terlibat

Pimpinan DPR dan Menko Kesra Akan Adakan Pertemuan Tertutup

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (9/8) ini, sekitar pukul 12.00 WIB, akan bertemu secara tertutup dengan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie untuk memverifikasi informasi seputar masalah percaloan dana pascabencana yang melibatkan anggota Dewan.

Ketua DPR Agung Laksono menyampaikan soal rencana pertemuan itu dalam konferensi pers, Selasa kemarin. Pertemuan akan diadakan secara tertutup di Gedung Nusantara III DPR. Badan Kehormatan DPR tidak diundang. Agung menjanjikan akan menyampaikan hasilnya seusai rapat melalui konferensi pers.

Menurut Agung, pertemuan ini merupakan hasil pembicaraan antara dirinya dan Aburizal Bakrie, Senin malam. Pimpinan DPR juga ingin mendengar langsung soal ini dari sumber pertama, yaitu Sekretaris Menko Kesra Sutedjo Yuwono.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, pada Senin malam Sekretaris Menko Kesra telah menyerahkan surat kepada pimpinan DPR melalui kurir soal tujuh nama anggota Dewan yang pernah mencoba menyampaikan usulan dana pascabencana pada Kementerian Koordinator Bidang Kesra. Ada yang melalui SMS, kurir, dan surat.

Kemarin, ketika ditanya wartawan soal surat tersebut, Agung sendiri mengaku belum menerimanya. Namun, ketika ditanya lagi apa benar ketujuh nama itu dari banyak fraksi, Agung sempat membenarkannya.

Saya dengar juga begitu, ujar Agung spontan.

Di tempat terpisah Wakil Presiden Jusuf Kalla minta agar bencana yang terjadi dan segenap langkah yang telah dilakukan pemerintah berikut kontroversi mengenai dananya di DPR dapat diselesaikan dengan baik. Kalla tidak ingin bencana dijadikan kesempatan menaikkan anggaran dan ada saling menggugat mengenai dana bencana di DPR.

Menghadapi bencana perlu kesiapan dengan data yang baik, perlengkapan yang baik, dan suatu penyelesaian yang baik. Jangan Menko Kesra melaporkan yang macam-macam dan digugat DPR lalu DPR saling menggugat soal dana bencana. Jangan nanti kita makin dihujat oleh Allah SWT. Yang proporsionallah. Saya harap ini dapat kita selesaikan dengan baik, ujarnya di Jakarta, Selasa kemarin. (sut/inu)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan