KBRI Terus Memburu Harta Hendra Rahardja

Duta Besar RI di Australia Imron Cotan menegaskan, pemerintah Australia kini sangat kooperatif dalam membantu penegakan hukum terhadap koruptor yang lari ke negeri itu. Penyelesaian kasus Hendra Rahardja, adik Edy Tansil, memberikan contoh tegas bahwa negeri tersebut sama sekali bukan surga bagi koruptor asal Indonesia.

Banyak yang bilang, jumlah yang berhasil kami ambil lagi tidak seberapa. Tapi, yang penting, para koruptor tidak akan menganggap Australia itu sebagai surga bagi mereka, tegas Imron di Kedubes RI di Canberra kemarin.

Dia menjelaskan soal kedekatan kerja sama Indonesia dan Australia itu ketika bertemu wartawan koran ini, Rohman Budijanto, serta lima wartawan Indonesia lainnya. Dia menyebutkan, hubungan Indonesia-Australia sedang berada dalam posisi yang sangat kondusif.

Dia menuturkan, harta yang berhasil disita aparat hukum Australia dari mendiang Hendra Raharja sebesar AUD 642.540,46. Plakat penyerahan uang dari pemerintah Australia itu dipajang di salah satu ruang di kedubes. Uang tersebut diambil dari sejumlah rekening yang diduga kuat terkait korupsi triliunan rupiah mantan bos Bank Harapan Santosa (BHS) itu. Hendra meninggal setelah dirawat di Negeri Kanguru tersebut.

Menurut diplomat senior itu, berkat pendekatan dan kerja sama yang diminta dari Kedubes RI, aparat hukum Australia berhasil mengalahkan upaya Hendra yang tidak mau diekstradisi. Di pengadilan tingkat mana pun dia sudah kalah.

Sebenarnya kami sudah menyiapkan tim yang terdiri atas enam orang untuk mengekstradisi, termasuk dua Letkol, ungkap Imron yang berupaya mengekstradisi Hendra saat mengisi posisi Dubes yang lowong selama 14 bulan tersebut. Tetapi, sebelum ekstradisi itu dilakukan, ternyata Hendra meninggal lebih dulu.

Kini, kata Imron, upaya melacak lebih lanjut kekayaan Hendra terus dilakukan. Namun, dia tidak mau membeberkan detailnya. Sebab, dirinya khawatir orang-orang yang kini menguasai harta hasil korupsi Hendra tersebut akan lebih rapat menyembunyikannya.

Imron menyebutkan, kerja sama di bidang hukum, termasuk ekstradisi tersebut, mendekatkan Indonesia dan Australia. Faktor lain yang juga penting dalam mendekatkan kedua negara adalah tsunami. Bantuan Australia diakui sangat besar. Selain mengirimkan pasukan penolong, mereka menyumbang banyak dana.

Australia termasuk penyumbang terbesar. Menurut Imron, total sumbangan itu kini AUD 1,8 miliar. Rinciannya, grant (hibah) AUD 500 juta, soft loan AUD 500 juta, serta soft loan komitmen sebelumnya AUD 800 juta. Warga Australia juga memberikan sumbangan besar, yakni AUD 260 juta.

Seperti disaksikan koran ini, hingga kemarin masih ada gereja di Melbourne yang memasang spanduk yang mengimbau agar membantu warga korban tsunami.

Kedekatan tersebut juga tecermin dari pertemuan tujuh menteri RI dan Australia (Australia-Indonesia Ministerial Meeting Forum) yang dijadwalkan hari ini guna membahas berbagai agenda untuk mempererat kerja sama kedua negara.

Hari ini, delegasi kedua negara membentuk joint commission untuk membahas masalah pembangunan serta rekonstruksi Aceh terkait bantuan Australia. Dua menteri RI, Menlu Hassan Wirayuda dan Men PPN/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati, akan bertemu Menlu Alexander Downer serta Menkeu Peter Costello.

Selain pertemuan itu, delegasi lima menteri Indonesia yang dipimpin Menko Perekonomian Aburizal Bakrie bertemu delegasi para menteri Australia untuk membahas isu lain.

Sebagai puncaknya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bakal berkunjung ke Australia pada akhir Maret atau awal April nanti. SBY akan bertemu PM John Howard. Hal itu sekaligus menjadi balasan atas kunjungan Howard ke wilayah tsunami di Aceh. Menurut Imron, presiden juga akan bertemu kalangan bisnis yang menunjukkan komitmen untuk membantu Indonesia.

Sumber: Jawa Pos, 17 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan