Kasus Urip; Artalyta Hanya Berhubungan dengan Urip

Keterangan Artalyta Suryani menyebutkan, ia hanya berhubungan secara pribadi dengan jaksa Urip Tri Gunawan. Tidak ada kaitannya dengan jaksa-jaksa lain yang tergabung dalam tim penyelidik kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, termasuk atasan Urip.

Meski demikian, Bagian Pengawasan Kejaksaan Agung masih mengevaluasi salinan putusan Artalyta Suryani dan Urip Tri Gunawan. Dari hasil evaluasi tersebut akan diketahui, apakah masih perlu keterangan jaksa lain atau tidak untuk mencapai kesimpulan mengenai perkara itu di Bagian Pengawasan.

Jaksa Agung Muda Pengawasan Darmono menyampaikan hal itu, Rabu (12/11). Artalyta divonis lima tahun penjara di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi dan tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta karena menyuap Urip. Urip divonis 20 tahun penjara, yang sekarang dalam proses banding.

”Dari keterangan Artalyta, tak ada bukti apa pun yang mengarah pada orang lain selain Urip,” kata Darmono.

Padahal, tidak lama setelah Urip ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi—beserta uang 660.000 dollar AS—Jaksa Agung Hendarman Supandji mencopot Kemas Yahya Rahman dari jabatan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dan M Salim dari jabatan Direktur Penyidikan. Alasannya, untuk menjaga kredibilitas Gedung Bundar.

Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch menyatakan, paradigma kejaksaan dalam membersihkan diri masih dikhawatirkan. ”Apakah benar ini untuk membersihkan diri atau untuk melindungi korps?” kata Emerson yang dihubungi semalam.

Keterangan Darmono bahwa Artalyta hanya berhubungan dengan Urip—tidak dengan jaksa lainnya—artinya Salim dan Kemas tak bersalah. Jika demikian, kejaksaan mestinya berani menyatakan bahwa Salim dan Kemas tak bersalah dan bersih sehingga namanya direhabilitasi. ”Apakah benar seperti itu? Apakah benar Bagian Pengawasan sudah menggali lebih dalam lagi soal kemungkinan keterlibatan jaksa lain?” kata Emerson. (IDR)

Sumber: Kompas, 13 November 2008

---------

Tiga Jaksa Senior Sementara Aman

 

Tiga mantan petinggi Kejaksaan Agung -Kemas Yahya Rahman, M. Salim, dan Untung Udji Santoso- yang disebut-sebut terlibat dalam kasus suap jaksa BLBI Urip Tri Gunawan (UTG) untuk sementara masih bisa tenang. Pemeriksaan bidang pengawasan Kejagung terhadap Artalyta Suryani alias Ayin tidak menemukan fakta baru tentang keterlibatan tiga jaksa senior tersebut dalam kasus suap bernilai USD 660 ribu itu.

''Keterangan Ayin tidak beda dengan di persidangan. Yaitu, perbuatan itu semata-mata hubungan pribadi antara dia (Ayin) dengan UTG,'' kata jaksa agung muda pengawasan (JAM Was) Darmono di ruang kerjanya kemarin (12/11). Perbuatan tersebut juga tidak terkait dengan perkara orang lain. ''Tidak ada bukti apa pun yang mengarah pada keterlibatan orang lain selain UTG,'' sambungnya.

Pemeriksaan terhadap Ayin telah dilakukan tiga jaksa dari bidang pengawasan Kejagung pada 28 Oktober lalu. Pemeriksaan dilakukan di Rutan Bareskrim Polri, tempat terpidana lima tahun dalam kasus suap itu menjalani penahanan. Dalam siding di Pengadilan Tipikor, uang USD 660 ribu itu disebut untuk bisnis perbengkelan di Cikampek.

Meski demikian, lanjut Darmono, pihaknya masih menunggu hasil evaluasi terhadap berkas putusan Ayin dan Urip untuk mengambil kesimpulan. Hingga kini, baru berkas milik Urip yang selesai dievaluasi oleh tim JAM Was. ''Nanti akan disinkronkan dan dievaluasi semuanya,'' jelas mantan Kapusdiklat Kejagung itu.

Darmono tidak memberikan batas waktu untuk menyelesaikan evaluasi tersebut. Alasannya, jaksa-jaksa pada JAM Was juga tengah menangani beberapa kasus di daerah yang melibatkan jaksa. ''Pokoknya, segera diselesaikan,'' tegas mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta itu. Dia mengatakan, masih terbuka kemungkinan tim pengawasan memeriksa jaksa-jaksa yang terlibat dalam kasus Urip.

Seperti diwartakan, Kemas, Untung Udji, dan Salim telah dicopot dari jabatannya karena diduga terlibat dalam kasus suap jaksa Urip. Kemas dicopot dari posisi jaksa agung muda pidana khusus (JAM Pidsus), Untung Udji dari JAM perdata dan tata usaha negara (JAM Datun), serta Salim dari kursi direktur penyidikan pada JAM Pidsus.

Tiga pejabat itu terancam sanksi karena pelanggaran terhadap PP No 30/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri. Pelanggaran itu terkait dengan hubungan mereka dengan Ayin. (fal/oki)

 

Sumber: Jawa Pos, 13 November 2008

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan