KASUS “TEMBAKORUPSI”: Sebuah Modus Korupsi Kebijakan Baru

Press Release

Jakarta- Pada 22 September 2010, KAKAR menggelar konferensi pers terkait dengan pemberitaan media masa mengenai perkembangan kasus ayat tembakau yang hilang. Dimana diberitakan bahwa polisi telah menetapkan tiga tersangka namun disangkal sendiri oleh polisi.
Penetapan tiga tersangka kasus hilangnya ayat tembakau UU Kesehatan oleh Mabes Polri merupakan langkah hukum yang menggembirakan. KAKAR memberikan apresiasi atas langkah Polri dalam merespon laporan KAKAR atas dugaan tindak pidana yang telah dilakukan oleh Ketua Komisi IX DPR RI.
 
Kasus yang menyeret tiga anggota DPR sebagai tersangka dr. Ribka Tjiptaning (Ketua Komisi IX DPR RI dan Ketua Pansus RUU tentang Kesehatan), Asiyah Salekan (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI) dan dr. Mariani A. Baramuli (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI) dapat dikatakan modus baru korupsi kebijakan (Berdasarkan surat Direktorat I/Keamanan & Trans Nasional Mabes Polri Nomor B/319-DP/VIII/2010/Dit-I).
 
Selama ini, korupsi kebijakan terjadi sebelum kebijakan atau undang-undang disahkan. Politisi, birokrasi dan pengusaha bekerjasama membuat kebijakan sesuai selera pengusaha, politisi dan birokrasi mendapatkan keuntungan atas “kerjasama” tersebut. Pengusaha diuntungkan karena kebijakan sesuai dengan kepentingan mereka. Sementara rakyat harus menanggung akibat buruk, karena undang-undang tidak berpihak pada kepentingan mereka.

Berdasarkan fakta terungkap bahwa, modus baru terjadi karena rendahnya tranparansi dan lemahnya pengawasan publik atas proses pengesahan undang-undang pasca rapat paripurna. Selain itu, tiadanya mekanisme baku berupa pengecekan pasal pasca paripurna juga ikut andil mendorong terjadinya penghilangan ayat tembakau. Anggota DPR, pegawai sekretariat DPR dan birokrasi memanfaatkan hal tersebut guna mengubah pasal dalam undang-undang yang merugikan “kepentingan” mereka. Tindakan anggota DPR dan birokrasi ini diduga juga didukung pengusaha yang dirugikan oleh ayat tembakau ini.
 
Ayat tembakau yang sengaja dihilangkan sebenarnya merupakan ruh dari pasal 113 UU Kesehatan No 36 Tahun 2009. Dugaan kuat adanya kolusi antara politisi dan pengusaha tembakau untuk menghilangkan ayat tembakau karena ayat ini akan sangat mengganggu dan merugikan bisnis tembakau di Indonesia. Sebaliknya, bagi kepentingan publik luas, adanya ayat tembakau dimaksudkan untuk mengendalikan peredaran dan penjualan tembakau, terutama yang sudah diolah menjadi rokok. Artinya, dalam konteks kepentingan publik luas, kesehatan masyarakat akan lebih terjamin dengan pengaturan ayat tembakau dimaksud.
Arti proses hukum atas para pihak yang terlibat dalam penghilangan ayat tembakau yang sekarang sedang ditangani Mabes Polri menjadi sangat penting, terutama untuk menghindari terulangnya kejadian pada tahun 1992 dimana pada perumusan UU Kesehatan yang lama, diduga ada aliran dana dari industri rokok kepada DPR dan Pemerintah untuk tidak memasukkan kata zat adiktif dalam UU Kesehatan.
 
Bantahan Polri Adalah Kebohongan Publik
Kabareskrim, Ito Sumardi , telah melakukan kebohongan publik dengan membantah status tersangka Ribka cs. Hal ini bertentangan dengan surat pemberitahuan perkembangan penyelidikan yang diterima oleh pelapor. Berdasarkan surat Direktorat I/Keamanan & Trans Nasional Nomor B/319-DP/VIII/2010/Dit-I dengan jelas disebutkan bahwa Ribka cs merupakan tersangka dalam kasus penghilangan ayat tembakau dalam UU Kesehatan. Apakah Dir I/Kemananan & Trans Nasional tidak melaporkan penetapan tersangka pada Kabareskrim sehingga ada bantahan?
 
Selain itu, bantahan Kabareskrim telah membingungkan dan meresahkan publik. Kabareskrim atau anak buahnya secara jelas telah memberikan informasi menyesatkan. Hal ini diduga melanggar pasal  7 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang berbunyi :
“Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar dan tidak menyesatkan”.

 
Terkait dengan kasus ini, kami KAKAR menyatakan sikap sebagai berikut :
Polri:

  1. Konsisten menetapkan Ribka cs sebagai tersangka.
  2. Melanjutkan proses hukum kasus penghilangan ayat tembakau sampai tuntas.
  3. Memperluas penanganan kasus pada birokrasi dan kelompok bisnis yang terlibat dalam kasus ini.

 
DPR:

  1. Memperbaiki mekanisme pengesahan, pengecekan dan pengiriman rangancan undang-undang yang telah ditetapkan rapat paripurna DPR RI.
  2. Badan Kehormatan (BK)DPR RI segera menindaklanjuti penetapan tersangka Ribka cs.

 
Jakarta, 22 September 2010
 
KAKAR
Contact Persons :
Hakim Sorimuda Pohan  087885209281
Tulus Abadi  08159916063
David Tobing  08129899989
Ratna Kusuma  081390294533

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan