Kasus Rokhmin Membuka Jalan Pemberantasan Korupsi
Pengamat politik dari The Indonesia Institute, Anies Baswedan, mengatakan kasus dana nonbujeter yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri bisa menjadi pintu pembuka bagi upaya pemberantasan korupsi yang lebih luas. Kasus ini berimplikasi politis karena jejaringnya yang luas, katanya dalam sebuah diskusi yang digelar Sabtu lalu.
Anies menilai Rokhmin memiliki dokumentasi yang cukup baik untuk menelusuri aliran dana di luar anggaran resmi itu ke beberapa partai dan wakil rakyat di parlemen. Menurut dia, seharusnya partai-partai politik pun mulai membiasakan diri mendokumentasi semua transaksi keuangan mereka dan mempublikasikannya. Supaya transparan, ujarnya.
Hanya dengan cara begitulah, katanya, Indonesia bisa berharap memiliki kehidupan politik yang bersih dari money politics. Kasus Rokhmin ini, menurut dia, juga menunjukkan realitas yang dialami para politikus yang selama ini diperlakukan sebagai ATM berjalan oleh banyak pihak. Setiap ada kunjungan ke mana-mana, politikus selalu dimintai dana untuk berbagai keperluan. Ini yang keliru, katanya.
Akibatnya, kata Anies, para politikus itu pun ganti menganggap rekan mereka yang berada di jajaran eksekutif sebagai pundi-pundi sumber keuangan mereka dan partainya. Karena itulah pemerintah harus sungguh-sungguh menghapus berbagai dana nonbujeter yang tak jelas kontrolnya itu.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salam menilai sebagian besar kasus korupsi memang bermuara di parlemen. Modusnya bisa bermacam-macam, kata dia. Bisa dengan alasan dana tunjangan hari raya, ongkos perkawinan anak anggota Dewan, hingga dana reses untuk turun menemui konstituen. Kasus Rokhmin ini jadi pintu pembukanya. Senada dengan Anies, Sebastian mendesak dihapuskannya praktek pengumpulan dana nonbujeter di lembaga-lembaga pemerintahan. RINI KUSTIANI
Sumber: Koran Tempo, 9 April 2007