Kasus Percobaan Penyuapan; Anggodo Widjojo Minta KPK Perjelas Status Ari Muladi sebagai Tersangka

Anggodo Widjojo kembali meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperjelas status mediator pemberi suap, yakni Ari Muladi, sebagai tersangka. Sebab, sejumlah fakta hukum menguatkan peran Ari Muladi bersama pejabat KPK berinisial AR sebagai inisiator suap kepada pimpinan KPK.

Permintaan Anggodo tersebut tertuang dalam nota keberatan (eksepsi) setebal 81 halaman yang dikirimkan ke redaksi Jawa Pos kemarin (21/5). Dia melalui pengacaranya, Bonaran Situmeang, mengatakan, sekitar 2006-2007 Ari Muladi kepada Anggodo pernah menyampaikan bahwa teman dari Surabaya, yakni AR, bisa membantu jika ada urusan dengan KPK. Informasi itu disampaikan Ari Muladi saat KPK menggeledah Kantor PT Masaro Radiokom milik kakak kandung Anggodo, Anggoro Widjojo.

Menurut Bonaran, penggeledahan terhadap Kantor PT Masaro Radiokom tidak ada yang berkaitan dengan kasus korupsi alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang, Tanjung Api-Api, Sumsel, yang menjerat Yusuf Erwin Faisal. Karena itu, AR diminta untuk menjelaskan ketidakterlibatan perusahaan Anggoro kepada KPK. ''Namun, bukan kejelasan yang didapat. Menurut Ari Muladi, pimpinan KPK meminta atensi berupa uang melalui AR,'' papar tim kuasa hukum.

Atensi tersebut, lanjut dia, berjumlah Rp 3,75 miliar. Belakangan jumlah atensi bertambah menjadi Rp 5,1 miliar. Duit itu telah diberikan ke Ari Muladi untuk diserahkan kepada AR. ''Terdakwa Anggodo tidak pernah bertatap muka dengan pimpinan KPK dan memberikan janji,'' ujar Bonaran.

Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum juga mengajukan keberatan atas adanya seseorang bernama Yulianto. Ari Muladi mengaku memberikan duit atensi tersebut kepada Yulianto untuk disampaikan ke penyidik dan pimpinan KPK. Namun, sosok Yulianto disebut fiktif oleh tim kuasa hukum. ''Sebab, hingga kini kami bertanya-tanya, mampukah tim jaksa penuntut umum menghadirkan dan menjelaskan siapa tokoh Yulianto itu?'' tegas Bonaran.

Dalam menanggapi eksepsi Anggodo, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarji menuturkan, segala fakta yang diungkapkan dalam persidangan kemarin melebihi ruang lingkup eksepsi. ''Ini kan sidang baru berjalan. Apa yang dipaparkan tadi (eksepsi) sudah melebihi ruang lingkup eksepsi,'' papar Suwarji saat sidang di Pengadilan Tipikor pada 19 Mei lalu.

Di bagian lain, berkas memori banding gugatan praperadilan penerbitan SKPP (surat ketetapan penghentian penuntutan) kasus Bibit-Chandra tengah dipelajari Pengadilan Tinggi (PT) DKI. Humas PT DKI Andi Samsan Nganro mengatakan, majelis hakim yang menangani banding tersebut telah terbentuk dan sedang melakukan kajian. ''Sekarang masih mempelajari berkas praperadilan,'' kata Andi kemarin.

Riezkhie Marhaendra, kuasa hukum Anggodo, pemohon praperadilan, mengatakan bahwa PT DKI seharusnya mempertimbangkan fakta persidangan yang mengabulkan pencabutan SKPP. ''Dasar pengeluaran SKPP oleh kejaksaan tidak dapat diterima logika hukum kita,'' ujar Riezkhie.

Selain itu, saat pengeluaran SKPP, kejaksaan baru saja menyatakan berkas penyidikan telah lengkap. Mereka belum mengkaji lebih lanjut terhadap kelengkapan berkas penyidikan itu, kemudian menyatakan penuntutan dihentikan.

Menurut dia, dengan fakta tersebut, kejaksaan -seperti yang dinyatakan Jaksa Agung Hendarman Supandji beberapa waktu lalu- seharusnya tidak menyatakan keyakinan akan memenangi gugatan praperadilan. (ken/c4/iro/agm)
Sumber: Jawa Pos, 22 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan