Kasus Korupsi Perpanjangan HGB Hotel Hilton
Berikut adalah ringkasan kasus korupsi perpanjangan HGB Hotel Hilton Senayan
Kasus korupsi perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton
Kasus ini adalah kasus korupsi yang awalnya dari perpanjangan HGB Hotel Hilton. Mestinya hak guna bangunan (HGB) Indobuildco milik Pontjo Sutowo untuk Hotel Hilton (sekarang The Sultan) berakhir 2003. Tapi, lewat jalan berbelit, HGB bisa diperpanjang 20 tahun lagi. Perpanjangan HGB ini dipermasalahkan. Sidang bagi Pontjo dan Ali Mazi, Gubernur Sulawesi Tenggara yang dinonaktifkan, agar bisa diadili, berakhir dengan kebebasan mereka kemarin. Vonis lainnya bagi dua pejabat kantor pertanahan masih ditunggu.
Dakwaan
Negara dirugikan Rp 1,936 triliun karena HGB di lahan Hotel Hilton (sekarang bernama The Sultan) diperpanjang oleh Indobuildco.
Tersangka
- Pontjo Sutowo
Direktur Utama Indobuildco
Vonis bebas
- Ali Mazi
Kuasa hukum Indobuildco, Gubernur Sulawesi Tenggara tidak aktif.
Vonis bebas
- Robert J. Lumempow
Kepala Kantor Wilayah Pertanahan DKI Jakarta
Belum vonis
- Ronny Kusuma Yudistiro
Bekas Kepala Kantor Pertanahan DKI Jakarta
Belum vonis
Keputusan Penuh Tanda Tanya
1. Terbalik
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satrio Mukantardjo, menyebut proses hukum terbalik. Mestinya, Robert J. Lumempow dan Ronny Kusuma Yudistiro divonis terlebih dulu. Jika keduanya bersalah, Pontjo dan Ali Mazi bisa terkena pasal ikut serta dalam Undang-Undang Antikorupsi.
2. Kerugian Negara
Menurut mantan Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, negara dirugikan dua kali. Pertama, tidak adanya uang sewa kepada negara. Kedua, bila nanti Pontjo gagal melunasi utangnya, tanah Senayan yang diagunkan itu akan menjadi milik bank. Negara bisa rugi Rp 1,9 triliun.
Sejarah penguasaan tanah
1959-1961
Pemerintah membebaskan tanah Senayan untuk kompleks olahraga. Pengelolaan dilakukan Yayasan Bung Karno, Orde Baru mengubah namanya menjadi Yayasan Gelora Senayan.
1971
Gubernur Jakarta Ali Sadikin memberi HGB di tanah itu selama 30 tahun kepada PT Indobuildco untuk membuat hotel. Indobuildco membayar US$ 1,5 juta kepada pemerintah, dicicil setiap tahun US$ 50 ribu.
1973
Indobuilco membuat sertifikat HGB, berlaku 30 tahun dan kedaluwarsa pada 2003.
1984
Pengelolaan kompleks Senayan ditangani Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelora Senayan.
1999
3 Juni
Ali Mazi mendapat kuasa dari Pontjo Sutowo mengurus perpanjangan HGB yang dimiliki Indobuildco.
14 Oktober
Muladi sudah membuat surat rekomendasi, tapi berubah pikiran sehingga hanya diarsip.
8 November
Ali Mazi, yang dekat dengan Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, menanyakan surat rekomendasi kepada pengganti Muladi, Ali Rahman. Ali Rahman memberi tanggal pada arsip Muladi yang dulu tak dikirim dan memberikannya kepada Ali Mazi.
2002
Ronny Kusuma Yudistiro, pengganti Achmad Ronny, mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta Robert J. Lumempow agar memberikan perpanjangan HGB kepada Indobuildco selama 20 tahun. Sertifikat HGB pun keluar, meski Sekretariat Negara belum memberi izin.
2006
September
Kasus perpanjangan HGB Hilton masuk pengadilan.
2007
12 Juni
Pengadilan memvonis bebas Pontjo Sutowo dan Ali Mazi. Adapun Robert J. Lumempow dan Ronny Kusuma Yushistiro belum divonis.
Sumber: Koran Tempo (update 13 Juni 2007)
27 Juni 2007
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Adriani Nurdin menjatuhkan hukuman pidana kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta, Robert J Lumampouw tiga tahun dan langsung diikuti dengan perintah penahanan.
Majelis menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan menyalahgunakan wewenang, kesempatan, serta sarana yang ada pada jabatannya melalui perbuatannya memperpanjang HGB No 26 dan No 27 atas nama PT Indobuildco selama 20 tahun. Seharusnya ia memiliki kecerdasan spiritual dan berhati-hati sebelum mengeluarkan keputusan memperpanjang HGB No 26 dan No 27 atas nama PT Indobuildco. Sebagai pemegang jabatan strategis, seharusnya meneliti latar belakang historis pemberian HGB kepada PT Indobuildco serta menangkap semangat SK Kepala BPN No 169 Tahun 1989 tentang penerbitan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) No 1 atas nama Sekretariat Negara yang meliputi HGB PT Indobuildco, sebelum memutuskan perpanjangan HGB tersebut. Robert seharusnya juga berkonsultasi dengan pihak Sekretariat Negara sebelum mengeluarkan perpanjangan HGB tersebut.Namun ia justru mengeluarkan keputusan perpanjangan HGB No 26 dan No 27 atas nama PT Indobuildco berdasarkan pendapatnya sendiri.
Robert, juga memahami diktum-diktum SK No 169 Tahun 1989 berdasarkan kehendaknya sendiri. Tindakan terdakwa menafsirkan SK No 169 Tahun 1989 menurut kehendaknya sendiri mencerminkan `power tends to corrupt`. Tindakan terdakwa memperpanjang HGB No 26 dan No 27 telah memenuhi unsur penyalahgunaan wewenang, saran, serta kesempatan yang ada padanya karena jabatan.
Sementara Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat, Ronny Kusuma Yudhistiro, yang didakwa bersama Robert, dibebaskan dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) oleh Majelis Hakim.
Sumber: Antara (update 27 Juni 2007)