kasus Korupsi; Ini Hanya Sekadar Permainan Politik ...

Kasus korupsi dana kavling yang menimpa Koerdi Moekri (53), mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat periode 1999-2004, kini anggota komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, sudah berjalan hampir empat tahun sejak kasus itu mencuat pertama kali ke permukaan. Sebagian orang mungkin sudah hampir lupa dan pesimistis kasus ini akan selesai. Namun, perjuangan Koerdi untuk menuntut keadilan seakan masih panjang.

Setelah divonis empat tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung 25 Agustus 2005 lalu, Koerdi mengajukan banding. Satu hal yang terus diyakini mantan Wakil Ketua DPRD Jabar dari fraksi PPP ini, bahwa dugaan korupsi yang dituduhkan kepadanya hanyalah rekayasa politik yang sengaja dilakukan pihak-pihak tertentu untuk mendiskreditkan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Melalui pengajuan banding, dia bertekad akan terus menuntut keadilan hingga seadil-adilnya dan tidak akan gentar menghadapi berbagai rintangan.

Secara esensi, persoalan ini menyangkut kebijakan politik. Yang seharusnya bertanggung jawab malah tidak diperiksa, tapi DPRD yang sudah mempertanggungjawabkan APDB (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) malah menjadi terdakwa, ujar Koerdi, saat ditemui pekan lalu di PN Bandung.

Menurut Koerdi, tuduhan korupsi yang dialamatkan kepadanya sama sekali tidak tepat. Pasalnya, dana kavling sebesar Rp 25 miliar yang diberikan kepada 100 anggota DPRD Jabar periode 1999-2004 dilakukan secara transparan dan atas sepengetahuan eksekutif, serta dinyatakan sah dalam pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan. Kenapa setelah DPRD- nya bubar (periode 1999-2004), kasus ini baru dilimpahkan, ujar Koerdi.

Dengan tegas dia mengatakan bahwa persoalan dana kavling itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang disebut orang sebagai tindakan korupsi. Karena selain transparan, dalam prosesnya tidak ada mark-up atau penggelapan dana, tetapi memang dianggarkan dalam APBD dan sudah menjadi hak dewan. Kini Koerdi maju terus pantang mundur demi keadilan.

Kendati demikian, Koerdi tidak memungkiri bahwa apa yang menimpanya itu telah begitu memukul hati dan perasaannya, apalagi bagi istrinya tercinta, Tuti Annisah.

Istri saya jelas tidak pernah mengira. Dia sangat terpukul. Selama ini dia menganggap suaminya ini lurus-lurus saja tapi kenyataannya kok seperti ini, kata bapak tiga anak yang semuanya sudah dewasa ini. Si sulung baru saja mendapat pekerjaan. Si tengah sedang menamatkan kuliahnya, sementara si bungsu masih duduk di bangku SMP.

Mendukung
Namun, dia cukup bersyukur keluarga besarnya amat mendukung. Tidak sekali pun satu dari anggota-anggota keluarganya yang meyakininya melakukan perbuatan tercela itu. Tidak ada yang berubah dalam kehidupannya. Anak-anaknya, kata Koerdi, amat memahami bahwa apa yang menimpanya hanyalah permainan politik. Mereka tahu betul saya ini dari keluarga santri. Sejak kecil sekolah di sekolah agama dan yang dibicarakan hanya dua hal, halal dan haram, katanya menegaskan.

Dukungan keluarga Koerdi memang tidak ditampakkan melalui kehadiran mereka di ruang persidangan. Setidaknya itulah yang terlihat selama ini. Istri Koerdi hanya terlihat mendampingi Koerdi saat vonis dijatuhkan. Tuti yang seorang guru Agama di sebuah SD itu tidak pernah lagi muncul di ruang sidang kendati sesungguhnya dalam beberapa kesempatan dia tetap memberi dukungan. Seperti terlihat Senin lalu, Tuti menunggu suaminya di dalam mobil tidak jauh dari PN Bandung.

Tuti memang tampak enggan bertemu wartawan. Perempuan berkulit putih berperawakan kecil itu bahkan mencoba menghindar saat diajak bicara oleh wartawan. Saya bukan selebritis. Biar bapak saja yang jadi selebritis, saya tidak, ujarnya menolak secara halus.

Namun demikian, bukan berarti dia tidak memberi dukungan bagi suami tercinta. Baginya saat ini yang lebih penting adalah keyakinan yang tak putus bahwa suaminya tidak melakukan perbuatan itu. Semua anggota keluarga bersatu, saling memberi dukungan satu sama lain.

Masa-masa sulit itu sudah lewat. Sekarang tinggal menjalani saja dan tidak berhenti berdoa dan memberikan dukungan kepada Bapak. Semua sudah terjadi, jadi harus dijalani, ujarnya optimistis. Dia percaya semua akan berjalan baik-baik saja.

Koerdi sendiri sejak awal memang terlihat tegar menghadapi persoalan yang membelitnya. Dia juga cukup bersyukur bahwa tuduhan sebagai koruptor tidak membuatnya harus menerima perlakuan berbeda dari sesama anggota dewan di lingkungan DPR.

Meskipun begitu, Koerdi tetap merasa dirugikan. Di tataran kelas menengah-bawah, sangat merugikan saya terutama pendukung-pendukung saya karena persoalan ini jelas-jelas membangun opini publik yang negatif, kata Koerdi. Kelak, keadilan akan menunjukkan wajah yang sesungguhnya. (DWi AS Setianingsih; AGNES Suharsiningsih)

Sumber: Kompas, 17 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan