Kasus Korupsi di DPRD Sidoarjo; Tersangka kembalikan Rp 195 Juta

Tersangka kasus korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo, Jawa Timur 1999-2004, IM mengembalikan uang sebesar Rp 195 juta kepada Kejaksaan Negeri Sidoarjo, sebelum diperiksa, Jumat (7/1). Seperti diketahui Kejaksaan Negeri Sidoarjo saat ini tengah memeriksa sebanyak 38 anggota DPRD masa bhakti 1999-2004 sebagai tersangka di mana 16 di antaranya kembali dipilih sebagai anggota dewan untuk masa bakti 2004-2009.

IM dalam dakwaan jaksa dalam kasus yang sama untuk tersangka mantan Ketua DPRD Sidoarjo Utsman Ikhsan, disebutkan menerima aliran dana sebesar Rp 426,4 juta. Saat mengembalikan uang tersebut, tersangka mengaku tidak berhak atas uang itu sehingga dikembalikan melalui Bank Jatim Cabang Sidoarjo dijadikan barang bukti.

Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Suhardi menjelaskan, bahwa tersangka IM mendapatkan jadwal pemeriksaan pada pekan depan. Untuk peyitaan barang bukti lainnya, kami masih melihat hasil penyidikan lebih lanjut,''kata Kajari Sidoarjo, Suhardi.

Sampai Jumat (7/1), total uang sitaan sudah mencapai Rp 2,703 miliar dari total kerugian negara sebesar Rp 21,9 miliar. Uang yang berhasil disita itu berasal dari Utsman Ikhsan sebesar Rp 1,262 miliar, Imron Syukur Rp 308 juta, Agus Sutego sebesar Rp 308 juta serta IM sebesar Rp 195 juta.

Usman Ikhsan sudah dipidana hukuman delapan tahun penjara, tetapi sampai saat ini dalam posisi banding, sementara Imron Syukur dan Agus Sutego dalam waktu dekat akan diperiksa PN Sidoarjo setelah Berkas Perkara sudah dilimpahkan Kejaksaan Negeri kepada PN Sidoarjo pada Kamis (6/1).

Kupang
Sementara itu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Women in Transition (Womintra) yang berkantor pusat di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga melakukan tindak pidana korupsi sekitar Rp 2 miliar dalam Proyek Pengembangan Listrik Pedesaan berupa pengadaan 700 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kabupaten Alor.

Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT, Drs Martinus Suwasono, kepada pers di Kupang, Jumat Sabtu (8/1) pagi mengatakan, hasil audit yang dilakukan tim auditor BPKP menemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek tersebut. Di mana, indikasi kerugian negara mencapai angka Rp 2 miliar akibat penggelembungan harga (mark up).

Dijelaskan, dalam proyek yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) II Kabupaten Alor tahun anggaran 2002/2003 itu, diduga terjadi penggelembungan harga. Di mana, seharusnya satu unit PLTS seharga Rp 3,5 juta, tetapi pihak LSM Womintra sebagai pelaksana proyek menggelembungkannya menjadi Rp 7,5 juta per unit atau 50 persen dari harga normal.

Dikatakan, ketimpangan lainnya dalam pelaksanaan proyek tersebut, yakni dilaksanakan melalui mekanisme penunjukan langsung (PL). Padahal, sesuai UU Yayasan melarang LSM mengerjakan proyek pemerintah. Sehingga, apabila Womintra mengerjakan proyek yang dibiayai dengan APBD Alor, jelas patut diduga melanggar UU Yayasan.

Menurut Marthinus, pengerjaan proyek pengembangan listrik pedesaan berupa pengadaan alat PLTS, sebenarnya bisa dikerjakan oleh rekanan yang tidak membutuhkan klasifikasi khusus. Karena itu, sebenarnya tidak ada alasan bagi Pemerintah Kabupaten Alor untuk menempuh PL dalam pengembangan proyek pengadaan 700 PLTS itu.

Dijelaskan pula, audit proyek PLTS di Alor tersebut dilakukan atas perintah Gubernur NTT, Piet A Tallo SH. Di mana, hasil pemeriksaannya dengan dugaan adanya kerugian negara sebesar Rp 2 miliar sudah diserahkan kepada gubernur dengan rekomendasi agar kasus tersebut ditindaklanjuti aparat penegak hukum karena memenuhi unsur tindak korupsi.

Secara terpisah Direktris Womintra, Ny Susi Katipana - Dauselt menyatakan, pihaknya memilih jalur hukum untuk menyelesaikan tudingan BPKP atas proyek PLTS yang dikerjakannya di Alor. Sebab, auditor memberikan dua alternatif. Yakni mengembalikan temuan ke kas negara atau diproses ke pengadilan. Pihaknya memilih untuk diproses ke pengadilan karena tuduhan korupsi itu tidak benar.

Blitar
Sementara itu, dari Blitar, Jawa Timur, dilaporkan, empat aset harta kekayaan tak bergerak milik H Drs Imam Muhadi MBA MM, Bupati Blitar, Jatim, tersangka kasus korupsi APBD senilai Rp 68 miliar, satu persatu mulai disita tim penyidik 'gabungan' Kejati Jatim-Kejari Blitar, Jumat (7/1). Aset berupa rumah bernilai puluhan miliar itu, antara lain ada di Jalan J A Suprapto 12 seluas 1.990 m2 atas nama Hj. Nurul Nahdiyah, isteri Bupati; rumah di Jalan Brantas seluas 3.429 m2 dan rumah di Kelurahan Kauman seluas 840 m2 serta rumah di Jalan Manggar seluas 2.752 m2, ketiganya atas nama Imam Muhadi.

Kita masih menginventarisasi harta kekayaan bergerak tersangka Imam Muhadi, ujar Kajari Blitar Sriyono SH menjawab pertanyaan wartawan di Blitar, semalam. (029/070/120/148/143)

Sumber: Suara Pembaruan, 23 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan