Kasus Korupsi di Ditjen Dikti; Tiga Pejabat Ditahan

Tiga pejabat Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional ditahan di Mabes Polri terkait dugaan korupsi dalam kasus Proyek Peningkatan Tenaga Akademik 2004 yang merugikan negara Rp6 miliar.

Tiga pejabat Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) tersebut adalah Dedy Abdul Halim, Elan Suherlan, dan Helmi Untung Rintinton, 29. Dedy menjabat Pimpinan Proyek Peningkatan Tenaga Akademik Direktorat Jenderal (Ditjen) Dikti 2004. Sedangkan Elan dan Helmi adalah staf Dedy di proyek tersebut.

Ketiganya dijerat dengan UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 dan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan penggunaan surat palsu.

Berdasarkan penelusuran Media, Dedy dan Elan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri sejak 25 Juli 2005. Sedangkan Helmi menyusul sehari kemudian.

Direktur III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Indarto ketika dikonfirmasi tadi malam membenarkan penahanan tiga pejabat Ditjen Dikti. Betul, kita telah menahan ketiganya. Itu sudah agak lama sejak akhir Juli 2005, katanya.

Dirjen Dikti Satryo Soemantri Brodjonegoro pun mengakui penahan tersebut. Menurut Satryo kemarin, secara internal pihaknya memang sudah melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi itu dan kemudian menyerahkannya kepada pihak kepolisian.

Menurut Indarto, kasus tersebut sebenarnya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, KPK kemudian meminta Direktorat III Tipikor Polri untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

Dari penyidikan yang kita lakukan kita menemukan bukti bahwa tiga orang pejabat Ditjen Dikti, yaitu DAH, ES, dan HUR terlibat kasus korupsi. Untuk itu kita tahan dan berkasnya masih kita proses, ujar Indarto.

Surat fiktif
Menurut Indarto, ketiganya bekerja sama dalam membuat surat ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Ditjen Anggaran Departemen Keuangan. Surat tersebut berisi pengajuan anggaran untuk pembayaran sejumlah tenaga akademik di perguruan tinggi. Namun, berapa jumlah tenaga akademik dan perguruan tinggi mana, Indarto tidak bersedia menjelaskan.

Kemudian KPKN membayar sekitar Rp6 miliar. Setelah diselidiki ternyata isi surat fiktif karena tidak ada tenaga akademik seperti yang disebutkan. Makanya mereka dijerat dengan tuduhan korupsi dan pemalsuan surat, ungkap perwira tinggi Polri bintang satu yang juga Wakil Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) itu.

Indarto juga menyatakan dana Rp6 miliar seharusnya disetor ke Bank BNI. Namun, setelah dikonfirmasi ke BNI, tidak ada setoran dari Proyek Peningkatan Tenaga Akademik Dikti Rp6 miliar. Bukti-bukti lengkap, kalau tidak masak kita tahan mereka, katanya.

Ketua Peduli Pendidikan Bangsa (P2B) Saidin Yusuf menyambut gembira langkah yang ditempuh Polri dalam menindak kasus korupsi di jajaran Depdiknas. Dia menyatakan aparat penegak hukum seharusnya memprioritaskan Depdiknas dalam pemberantasan korupsi.

Korupsi di Depdiknas menjadi salah satu faktor penting kenapa pendidikan di Indonesia sekarang tertinggal ketimbang negara Asia Tenggara, bahkan dengan Vietnam sekalipun, apalagi dengan Malaysia dan Singapura, katanya. (Fud/*/X-8)

Sumber: Media Indonesia, 8 Agustus 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan