Kasus IPO KS Harus Segera Diusut oleh Bapepam-LK dan KPK

Seperti yang sudah diperkirakan, harga saham PT Krakatau Steel yang dilepas ke bursa saham segera melambung tinggi. Pada saat saham dilepas ke publik di pasar sekunder, harga saham dilepas pada harga Rp. 1200/saham atau naik 42% dari harga di pasar perdana yang hanya Rp. 850/saham. Penjualan harga saham yang mendekatai batas bawah agak mencurigakan, mengingat Indonesia saat ini sedang diserbu oleh hot money atau arus modal jangka pendek yang memilih investasi di pasar finansial.  Pasar finansial meliputi perdagangan saham, surat utang negara (obligasi) dan juga termasuk pasar uang (kurs).  Permintaan terhadap saham PT KS juga tinggi, bahkan terjadi  oversubscribe (kelebihan permintaan)  hingga 9 kali lipat.
Pada hari kedua pihak asing mulai menjual saham sehingga sisa saham yang dipegang oleh investor asing tinggal 5%. Fakta ini kontradiktif dengan pernyataan pemerintah sebelumnya: melakukan pengalokasian saham pada investor asing guna menjaring investor berkualitas.  Pelepasan saham oleh investor asing mengindikasikan bahwa yang membeli saham adalah investor jangka pendek yang mengambil untung dari selisih harga saham di pasar perdana dengan pasar sekunder.
 
Dari fakta-fakta yang muncul di permukaan, muncul banyak dugaan bahwa di balik proses privatisasi yang tertutup tersebut, terjadi praktek-praktek insider trading  dan harus diinvestigasi oleh penegak hukum. Kementrian BUMN adalah pihak paling bertanggungjawab atas kekisruhan ini. Privatisasi KS harus diusut bukan hanya oleh pemegang otoritas pasar modal, Bapepam-LK (Badan Pemeriksa dan Pengawas Pasar Modal – Lembaga Keuangan) tetapi juga KPK karena ada indikasi kuat terjadinya tindak pidana korupsi.
 
Dalam konferensi internasional anti korupsi  ke 14 (14th International Anti Corruption Conference) di Bangkok juga dibicarakan  korupsi di sektor swasta, khususnya korupsi di pasar finansial.  Dalam sesi workshop “Is there a rule of investor in combating corruption?”, Georg Kell, Executive Director of United Nation  Global Compact  menyatakan ada kaitan erat antara kekuasaan, politik dan uang. Karena itu, menurut Georg Kell, pemberantasan korupsi harus melihat ketiganya dalam perspektif yang terintegrasi. Kell dan para pembicara lainnya bersepakat bahwa perilaku sektor swasta dan investor di pasar finansial harus masuk dalam yurisdiksi pemberantasan korupsi.  Agar pemberantasan korupsi bisa efektif, maka baik kekuasaan, politik dan uang (pasar finansial dan sektor swasta) harus dimasukkan dalam pengawasan.
 
Pemberantasan korupsi di sektor swasta juga sangat penting karena pada akhirnya akan memberikan keuntungan kepada investor. Seperti dikatakan oleh Cameron S. Kerry, General Council of US State Department of Commerce, investor di pasar finansial  akan lebih diuntungkan dengan berinvestasi di perusahaan yang telah menerapkan prinsip-prinsip anti-korupsi.
 
Indikasi unsur-unsur korupsi
 
Kasus privatisasi PT KS  adalah upaya yang cukup canggih untuk mengalihkan korupsi ke pasar finansial. Praktek korupsi konvensional seperti menilap anggaran pemerintah, penggelapan atau penggelembungan harga akan mudah dideteksi oleh penegak hukum sehingga sangat beresiko. Sementara korupsi di pasar finansial yang diasumsikan sebagai wilayah sektor swasta tidak termasuk dalam kategori korupsi.
 
Bila kemudian KPK menempatkan kasus ini sama dengan kasus korupsi konvensional lainnya, maka sampai kapan pun KPK tidak akan mampu mengungkapnya. Mereka yang terlibat dalam kasus ini juga memahami bahwa selama ini KPK hanya  melakukan investigasi secara konvensional dan memahami korupsi sekedar penyuapan atau penggelembungan harga. Karena pemahaman yang sempit dan konvensional, maka praktek-praktek korupsi di pasar finansial yang merugikan negara dalam jumlah besar luput dari pengawasan KPK. Di dunia internasional, saat ini sedang terjadi upaya untuk mainstreaming atau memasukkan sektor finansial ke dalam yurisdiksi UU anti korupsi.
 
Sebetulnya KPK sudah bisa mulai melakukan investigasi karena indikasi  unsur-unsur korupsi dalam privatisasi PT KS sudah terpenuhi.
 
Pertama, unsur kerugian negara  karena dengan saham yang dijual terlalu murah, PT KS sebagai BUMN mendapatkan tambahan modal  yang lebih rendah dari seharusnya.
Kedua, unsur menyalahgunakan wewenang, terutama bagi para pejabat publik yang  terlibat dalam penentuan harga yang terlalu murah.
Ketiga, unsur memperkaya diri sendiri atau korporasi terpenuhi karena ada pihak-pihak lain yang diuntungkan oleh penjualan itu. Bahkan  pada hari-hari ini ketika harga saham PT KS diperdagangkan pada kisaran harga Rp. 1200/saham,  sudah naik dari harga perdana yang sebesar Rp. 850/saham.
 
Keempat, unsur pelanggaran hukum bisa diselidiki pada  praktek insider trading melalui penyembunyian informasi dan penjatahan. Padahal dengan mekanisme IPO semestinya semua pihak bisa mendapatkan saham di pasar perdana, tetapi praktek yang terjadi menunjukkan adanya penjatahan atau penjualan dengan mekanisme strategic sales.
 
Oleh karena itu kami mendesak:

  • Pasar finansial dan sektor swasta harus segera dimasukkan dalam pengawasan korupsi karena pada kenyataannya batas antara pemerintah dan swasta kini menjadi kabur.
  • Bapepam LK harus mengusut indikasi terjadinya insider trading dalam privatisasi KS.  Pembuktian insider trading sangat diperlukan untuk melengkapi unsur pelanggaran hukum dalam privatisasi PT KS. Sudah saatnya juga Bapepam-LK untuk menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk menegakkan hukum.
  • KPK juga harus melakukan investigasi untuk membongkar terjadinya praktek korupsi di balik privatisasi PT KS. KPK harus melangkah lebih jauh dan meninggalkan pendekatan konvensional untuk mengusut dugaan korupsi dalam privatisasi  PT KS.

prasetyantoko@gmail.com
 
danang@antikorupsi.org

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan