Kasus Dugaan Korupsi APBD 2002-2004; Mantan Ketua DPRD Batang Tersangka

Dua mantan ketua DPRD, Az dan Shol, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi APBD Kabupaten Batang 2002-2004 senilai Rp 1,8 miliar lebih. Penetapan tersangka itu, menyusul ditingkatkannya status perkara dari penyelidikan ke penyidikan dalam gelar perkara tertutup antara Kejaksaan Negeri (Kejari) Batang dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng, kemarin.

Kepala Kejati (Kajati), Parnomo, melalui Asisten Intelijen (Asintel), Zulkarnain SH, mengatakan, sebenarnya ada tiga tersangka, namun yang satu sudah meninggal, yaitu As (mantan wakil ketua).

Menurutnya, jumlah kerugian negara sebanyak itu berasal dari pos anggaran dana tunjangan khusus senilai Rp 386 juta, pos dana tali asih (DTA) senilai Rp 727 juta, dan dana tunjangan kesehatan dari Januari 2002 hingga Agustus 2004 sebanyak Rp 700 juta lebih.

Asintel menegaskan, penganggaran dana-dana tunjangan yang dicairkan untuk 45 mantan anggota DPRD tersebut merupakan dana yang direncanakan dalam pos belanja asuransi tahun anggaran (TA) 2003. Menurut hasil pemeriksaan Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI Perwakilan IV Jateng-DIY, dana itu seharusnya dikembalikan ke kas daerah.

Penganggaran dana-dana tunjangan itu, lanjutnya, secara hukum telah tidak mengacu kepada tata tertib (tatib) DPRD, serta tidak memperhatikan Peraturan Perundangan tentang Pengelolaan Dana sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 105/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Pungli di Depag
Selain kasus APBD Batang, Kejati kemarin juga mengekspose dugaan korupsi bermodus pungutan liar (pungli) proyek yang terjadi di Kanwil Depag Jateng.
Asintel mengatakan, dari hasil gelar perkara tertutup kasus pungli tersebut, status perkaranya juga disetujui ditingkatkan ke penyidikan, dengan tersangka mantan Kasubag Umum, Sf.

Zulkarnain mengungkapkan, Sf merupakan satu-satunya tersangka yang diduga paling berperan dalam pingutan uang senilai Rp 1 juta terhadap tiap rekanan.
Jumlah rekanan yang dipungli ada 66 rekanan, dalam lelang proyek pengadaan buku sekolah MI, MTs, dan MA 2005 dan proyek komputerisasi 2005. Rekanan pengadaan buku yang dipungli ada 52 perusahaan, sedangkan dalam proyek komputerisasi ada 14, ujar Zulkarnain.
Zulkarnain menegaskan, pungutan liar dalam suatu lelang proyek sudah dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi. Sebab secara hukum, adanya pungutan tersebut juga tidak dibenarkan.

Kalau alasan yang dipakai adalah Keputusan Presiden (Kepres) 80/2003, tidak ada yang mengatur pungutan semacam itu, tandasnya.(yas-46a)

Sumber: Suara Merdeka, 27 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan