Kasus Dana Kaveling, Kejati Periksa Eka Santosa; Kurdi Moekri Dituntut Lima Tahun Penjara

Terdakwa mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jabar Kurdi Moekri dituntut hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan dalam sidang kasus kaveling-gate yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kamis (16/6).

Selain itu terdakwa yang masih duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ini juga harus membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp 600 juta yang bisa diganti dengan pidana penjara 1 tahun. Ganti rugi sebesar itu sama dengan jumlah kerugian negara yang menurut penilaian jaksa penuntut umum (JPU) telah digunakan terdakwa.

Semula tim JPU yang diketuai Happy Hadiastuti, S.H. menjerat Kurdi dengan dakwaan berlapis yakni primer dan subsider. Namun dari sejumlah bukti yang disertai keterangan sejumlah saksi, JPU menilai unsur melawan hukum dalam dakwaan primer tidak terbukti.

Tidak terbuktinya unsur melawan hukum karena pengajuan dana perumahan (yang lebih dikenal dana kaveling-red), oleh terdakwa dalam kapasitasnya sebagai pimpinan dewan atas permintaan anggota, sementara otorisasi untuk mengeluarkan dana tersebut ada di tangan eksekutif.

Sedangkan, untuk dakwaan subsider menurut JPU, terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 3 UU No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto UU No. 20/2001 tentang Perubahan UU No. 31/1999.

Akibat perbuatannya yang menyalahgunakan wewenang itu, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam tindakan yang berlanjut serta untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain, keuangan negara dirugikan.

Fakta yang terungkap di persidangan ada penyalahgunaan wewenang yang telah dilakukan terdakwa baik sendiri maupun bersama. Seharusnya terdakwa dan anggota dewan lainnya menjalankan fungsi kontrol terhadap kinerja pemerintah dan penggunaan anggaran, tapi yang terjadi malah sebaliknya, ujar jaksa Happy.

Minta interupsi
Dalam proses pengajuan dana perumahan sampai distribusi dana ke rekening anggota dewan, menurut penilaian JPU, peran terdakwa sangat aktif.

Selain pimpinan dewan terdakwa juga koordinator panitia anggaran DPRD Jabar. Masuknya dana perumahan tersebut sampai proses distribusi ke semua anggota dewan juga melalui rekening pribadi terdakwa bukan rekening dewan, lanjut Happy.

Dari total dana yang dicairkan dalam tiga kali pencairan Rp 33,4 miliar, sebanyak 24,6 miliar dibagikan kepada anggota dewan Jabar yang jumlahnya 100 orang, dikembalikan ke kas daerah Rp 4,2 miliar dan untuk pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 4,1 miliar. Sisanya yang Rp 350 juta yang ada di rekening terdakwa tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh terdakwa, kata JPU.

Dalam tuntutan yang dibacakan secara bergantian oleh empat jaksa, hal yang memberatkan di antaranya perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara dan terdakwa tidak membantu penciptaan aparat yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sedangkan hal meringankan diantaranya terdakwa masih memiliki beban tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.

Saat JPU membacakan tuntutan, terdakwa sempat meminta izin majelis hakim untuk menginterupsi JPU. Namun majelis hakim menolak permintaan tersebut dengan alasan ada waktu tersendiri untuk pembelaan.

Penasihat hukum terdakwa Rudi Gunawan, S.H. minta waktu tiga minggu kepada majelis hakim untuk menyusun pembelaan, seperti halnya waktu yang diminta jaksa penuntut umum saat menyusun tuntutan. Sidang berikutnya kembali akan digelar Kamis (7/7) mendatang.

Sementara itu, puluhan pendukung Kurdi Moekri yang memenuhi ruang sidang langsung mengadakan doa bersama untuk kebebasan terdakwa persis di depan meja majelis hakim.

Kurdi Moekri yang ditanya wartawan usai sidang, soal permintaan interupsi menyatakan, pihaknya merasa banyak sekali hal-hal yang tidak sesuai dengan fakta dalam tuntutan jaksa. Namun karena menghormati persidangan, saya menuruti majelis hakim untuk tidak melakukan interupsi, kata Kurdi.

Eka Santosa
Sementara itu, pemeriksaan terhadap tersangka mantan Ketua DPRD Jabar Eka Santosa dalam kasus yang sama di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, Kamis (16/6) diwarnai aksi unjuk rasa puluhan mahasiswa.

Eka yang juga anggota Komisi II DPR didampingi tim penasihat hukum yang terdiri dari lima orang pengacara yaitu Darius Dolok Saribu, S.H., Makki Yuliawan, S.H., Sony Sontasa, S.H., Syaf Agria T. Simatupang, S.H. dan M. Lukman Chakim, S.H.

Dua di antara penasihat hukum yang disebut pertama adalah mantan anggota DPRD Jabar saat terjadi kaveling-gate. Eka diperiksa sejak pukul 8.30 WIB sampai 17.30 WIB. Setidaknya ada 19 pertanyaan yang diajukan penyidik kepada Eka.

Namun menurut Darius Dolok Saribu, meski sudah belasan pertanyaan yang diajukan kepada Eka, pemeriksaan masih belum selesai. Pak Eka memang diperiksa sampai sore dengan setidaknya 19 pertanyaan. Namun karena masih belum selesai, pemeriksaan akan dilanjutkan lagi besok (hari ini- red) sekira pukul 9.00 WIB, ujar Darius.

Dikatakan Darius, dalam pemeriksaan kemarin Eka menjawab semua pertanyaan dengan gamblang. Pertanyaan yang diajukan seputar proses pengajuan dana kaveling-gate, pencairan sampai pendistribusian kepada seluruh anggota dewan.

Menurut Darius, saat pemeriksaan kemarin Eka melalui penasihat hukumnya menyerahkan bukti baru kepada tim penyidik, namun Darius menolak memberikan keterangan rinci menyangkut bukti baru itu.

Sementara itu Eka Santosa yang dimintai komentarnya soal pemeriksaan terhadap dirinya menyatakan, dirinya sangat menghormati upaya penegakan hukum, sehinga tidak ada alasan untuk tidak akomodatif.

Dorongan moral
Apalagi, katanya, selama pemeriksaan pihak penyidik juga sangat memberikan kebebasan dan tidak ada tekanan dalam bentuk apa pun. Bahkan waktu yang diberikan kepada saya untuk memberikan penjelasan selama pemeriksaan juga sangat fleksibel. Buktinya saya masih diberi waktu untuk istirahat dan salat, kata Eka saat ditemui usai menjadi imam salat duhur sejumlah pendukung dan penasihat hukumnya.

Soal penunjukan penasihat hukum Eka Santosa yang dua diantaranya adalah mantan anggota DPRD Jabar saat kasus kaveling-gate terjadi, koordinator tim penyidik untuk tersangka Eka Santosa, Burhanuddin menyatakan, hal itu tidak menjadi persoalan karena keduanya tidak berstatus saksi maupun tersangka.

Soal kemungkinan ada konflik kepentingan, saya kira tidak ada karena keduanya tidak pernah dipanggil sebagai saksi apalagi tersangka, ujar Burhanuddin.

Sementara itu, pengunjuk rasa yang tergabung dalam Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (Ismahi) wilayah Jabar mendorong pihak kejati untuk lebih berani dalam penuntasan kasus korupsi di Jawa Barat baik yang melibatkan legislatif maupun eksekutif.

Aksi unjuk rasa mahasiswa juga diwarnai pembakaran ban bekas persis di depan pintu masuk pagar besi kantor kejati yang digembok dari dalam. Puluhan poster yang berisi kecaman terhadap koruptor di pasang berjejer di pagar besi dan diusung mahasiswa.

Begitu api dari ban bekas yang dibakar padam, pengunjukrasa kemudian merangsek ke pintu pagar besi yang dikunci dari dalam dan menjebolnya dengan menggoyang-goyangkan pintu.

Menurut koordinator Aksi Cecep Agam, aksi unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk dorongan moral kepada kejati dalam menuntaskan sejumlah kasus korupsi yang banyak di antaranya belum tersentuh aparat penegak hukum.(A-92)

Sumber: Pikiran Rakyat, 17 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan