Kasus Cessie Bank Bali; PN Jaksel Kirimkan PK Joker ke MA
Langkah Djoko Sugiarto Tjandra alias Joker mengajukan peninjauan kembali (PK) mulai direspons. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah mengirimkan permohonan PK terpidana kasus korupsi dana hak tagih (cessie) Bank Bali itu ke Mahkamah Agung (MA).
''Sidang sudah selesai, kami hanya membuat berita acara sidang,'' kata Humas PN Jaksel Suharto kemarin (14/7). Selanjutnya, yang menentukan diterima atau tidaknya PK tersebut adalah MA.
Permohonan PK itu dikirimkan pada 13 Juli 2009 Nomor W 10. U3.43.23.141.HK.PID.Sus.01.VII.2009. PK tersebut dikirimkan kepada panitera MA melalui direktur pranata dan tata laksana perkara pidana MA.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara MA Hatta Ali mengatakan, secara prosedural, PN membuat berita acara sidang PK untuk dikirimkan ke MA. ''Jadi, bukan substansi perkaranya. Itu nanti hakim PK yang menentukan,'' katanya tadi malam.
Salah satu kuasa hukum Djoko Tjandra, Slamet Yuwono, mengaku telah mendengar informasi soal dikirimkannya permohonan PK kliennya tersebut. ''Tapi, secara tertulis belum. Mungkin masih proses,'' katanya saat dihubungi kemarin.
Slamet optimistis permohonan PK itu akan dikabulkan MA. Alasannya, pihaknya baru pertama mengajukan PK. ''PK itu hak kami. Mudah-mudahan MA mengabulkan,'' harapnya. Dia menilai ada kesalahan dalam penerapan hukum atas dikabulkannya PK oleh jaksa.
Sementara itu, kontroversi tentang boleh dan tidaknya jaksa mengajukan Peninjauan Kembali terus mengemuka. Namun kontroversi tersebut dapat diakhiri oleh putusan hakim agung Mahkamah Agung (MA). Hal tersebut mengemuka dalam diskusi bertajuk Pertanggungjawaban Hakim Soal Putusan PK Jaksa di Jakarta, kemarin.
Benjamin Mangkudilaga menyatakan, seorang hakim dapat memberikan keputusan hanya melalui putusan dan ketetapan. "Hakim agung di MA yang menentukan, PK boleh atau tidak. Hakim harusnya bertanggung jawab secara moral dan profesiaonal," kata dia.
Sedang anggota DPR Gayus Lumbuun yang mengatakan bahwa Peraturan MA bisa menjadi solusi bagi kontroversi yang ada. Dia menjelaskan, SEMA yang dikeluarkan MA soal PK bukanlah solusi untuk mengakhiri kontroversi. "MA harusnya mengeluarkan PerMA. Soalnya, SEMA dinilai hanya sebagai kebijakan untuk internal, bukan untuk publik," ujarnya. (fal/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 15 Juli 2009